.... Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H...... Mohon maaf lahir dan batin....

Senin, 23 April 2012

Pabrik Bioethanol berbahan Nira Nipah

Kementerian ESDM Bangun 2 unit Pabrik Pengolahan Biothanol

BENGKALIS (VOKAL)-Potensi tanaman nipah (nypa fruticans) yang melimpah di Kabupaten Bengkalis, menarik perhatian Kementerian ESDM. Terbukti, 2 unit pabrik pengolahan bioethanol berbahan baku nira nipah di bangun di Kabupaten Bengkalis, tepatnya di Kecamatan Siak Kecil.

Bupati Bengkalis H Herliyan Saleh beserta SKPD, dalam kunjungan kerja (kunker)nya ke sana, akhir pekan lalu, juga menyempatkan diri melihat pabrik pengolahan minyak tanah berbahan baku nira dan nipat tersebut. Bupati menilai, potensi tanaman nipah di Kabupaten Bengkalis, tepatnya di Siak kecil, sangat besar dan layak dibangun pabrik pengolahan bioethanol. Keberadaan pabrik itu akan membuka lapangan kerja bagi masyakarat setempat untuk menyadap/menoreh nira dari tanaman nipah, untuk kemudian dijual di pabrik.

"Saya melihat potensi nipah di sini belum tergarap maksimal. Jika sudah ada pabrik, maka kegiatan ini bisa menjadi sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat," kata Bupati.

Lebih lanjut, Bupati menjelaskan, pembangunan pabrik di Kabupaten Bengkalis itu, merupakan program percontohan skala kecil di Indonesia yang dicanangkan Kementerian ESDM. "Maka kita minta kepada Kepala Balitbang untuk segera melakukan penataan terhadap lahan-lahan nira tersebut. Saya tidak ingin ada permasalahan di kemudian hari," tegas Bupati sembari memuji program pemerintah pusat itu yang dianggap menyentuh langsung ke masyarakat.

Bupati berharap, kepada masyarakat yang desanya terpilih, untuk membudidayakan tanaman nipah. Artinya, pemerintah terus berupaya memperjuangkan agar pabrik bioethanol ini bisa segera terealisasi dan memberikan imbas positif bagi masyarakat Kabupaten Bengkalis.

"Ini adalah realisasi. Sudah saatnya kita membuat terobosan mengembangkan tanaman nipah untuk bioethanol, dan tidak lagi sekedar tanaman semak. Saya menghimbau masyarakat untuk saling mendukung dengan melestarikan tanaman nipah tersebut," harap Bupati. (ias)

Sumber : http://www.harianvokal.com/index1.php?module=detailberita&id=227

Potensi Besar Pohon Nipah yang masih Terpinggirkan




Pohon Nipah yang Terpinggirkan


Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang-surut dekat tepi laut. Keberadaannya kini mulai terpinggirkan dan terancam akibat maraknya pembukaan tambak udang pada tahun 1990 an lalu. Padahal fungsi pohon nipah sebagai penahan gelombang air laut sangat penting, disamping keberadaan saudaranya, Pohon Bakau.

Batang pohon nipah menjalar di tanah, membentuk rimpang yang terendam oleh lumpur. Akar serabutnya dapat mencapai panjang 13 m. Karena perakaran nipah ini hanya terletak dalam lumpur yang sifatnya labil maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke laut.

Panjang anak daun dapat mencapai 100 cm dan lebar daun 4-7 cm. Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daunnya yang masih muda berwarna kuning, menyerupai janur kelapa. Banyaknya anak daun dalam tiap ental mencapai 25-100 helai.

Karangan bunga majemuk muncul di ketiak daun, berumah satu, dengan bunga betina terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai serupa untai, merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya. Setiap untai mempunyai 4-5 bulir bunga jantan yang panjangnya mencapai 5 cm.

Empat hingga lima bulan sejak keluarnya bunga nipah, tandan bunga tersebut dapat disadap untuk diambil niranya, yakni cairan manis yang diperoleh dari tandan bunga yang belum mekar. Nira yang dikeringkan dengan dimasak dipasarkan sebagai gula nipah (palm sugar).

Umbut nipah dan buah yang muda dapat dimakan. Biji buah nipah yang muda, yang disebut tembatuk, mirip dengan kolang-kaling (buah atep), dan juga diberi nama attap chee (“chee” berarti “biji” menurut dialek China tertentu). Sedangkan buah yang sudah tua bisa ditumbuk untuk dijadikan tepung.

Struktur buah mirip buah kelapa, dengan endokarp keras yang disebut tempurung. Biji terlindung oleh tempurung dan berbentuk kerucut. Dalam satu tandan, buahnya dapat mencapai antara 30-50 butir, berdempetan satu dengan yang lainnya membentuk kumpulan buah bundar. Buah Nipah ini bagi sebagian masyarakat pesisir laut di Delta Mahakam kerap dijadikan santapan ketika berbuka puasa.

Palma ini umum ditemukan di sepanjang garis pesisir Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik, khususnya di antara Bangladesh hingga pulau-pulau di Pasifik. Nipah termasuk jenis tumbuhan yang terancam punah di Singapura.

Daun nipah yang telah tua banyak dimanfaatkan secara tradisional untuk membuat atap rumah yang daya tahannya mencapai 3-5 tahun. Daun nipah yang masih muda mirip janur kelapa, dapat dianyam untuk membuat dinding rumah yang disebut kajang. Daun nipah juga dapat dianyam untuk membuat tikar, tas, topi dan aneka keranjang anyaman. Di Sumatra dan Kalimantan pada masa silam daun nipah yang muda yang dinamai pucuk ini dijadikan daun rokok. Bahkan, beberapa naskah lama Nusantara juga menggunakan daun nipah sebagai alas tulis, bukannya daun lontar.

Tangkai daun dan pelepah nipah dapat digunakan sebagai bahan kayu bakar yang baik. Pelepah daun nipah juga mengandung selulosa yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp (bubur kertas). Lidinya dapat digunakan untuk sapu, bahan anyam-anyaman dan tali.
Di Filipina dan juga di Papua, nira ini diperam untuk menghasilkan semacam tuak yang dinamakan tuba (dalam bahasa Filipina).

Fermentasi lebih lanjut dari tuba akan menghasilkan cuka. Di Malaysia, nira nipah dibuat sebagai bahan baku etanol yang dapat dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar minyak bumi. Etanol yang dapat dihasilkan adalah sekitar 15,000 sehingga 20,000liter/ha/hari, jauh lebih unggul dibandingkan kelapa sawit (5,000 liter/ha/tahun).

Di Kalimantan arang dari akar nipah digunakan untuk obat sakit gigi dan sakit kepala. Hasil bakaran atau abu dari pelepah niah pada jaman dahulu juga dijadikan sebagai pengganti garam.(vb-01/berbagai sumber/foto;alamendah)

Sumber : http://www.vivaborneo.com/tag/buah-nipah

Potensi BBM Nabati Masa Depan dari Nipah

Bibit Bensin di Sepanjang Pesisir

BIO ETANOL NIPAH: Peneliti Balitbang Bengkalis, Sopyan Hadi memproduksi bio etanol dari nira nipah yang banyak terhampar di sepanjang pesisir Riau (Muhammad Amin/Riau Pos)


Potensi BBM Nabati Masa Depan dari Nipah,Bibit Bensin di Sepanjang Pesisir


Laporan MUHAMMAD AMIN, Lubuk Muda

Krisis bahan bakar minyak (BBM) terutama dari fosil telah di depan mata. Tapi tak banyak yang bergerak untuk mengantisipasinya.

Di antara yang sedikit itu, seorang peneliti Bengkalis, Sopyan Hadi berkreasi dengan menghasilkan bahan bakar bio etanol berbahan baku nipah. Seperti apa?

Pepohonan nipah itu berjejer di sepanjang ruas pantai pesisir Desa Lubuk Muda, Kecamatan Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, Riau. Akarnya yang kokoh mencengkram kuat ke tanah.

Daunnya melambai ditiup angin, menjadi pemandangan indah sepanjang hari. Sebagian besar nipah itu terbiar begitu saja di sepanjang Sungai Siput, muara Sungai Siak Kecil hingga garis pantai. Tak kurang seluas 100 hektare nipah hidup di sepanjang pesisir timur Riau itu.

Dalam tradisi masyarakat lokal, termasuk di Lubuk Muda, nipah (nypa fruticans) digunakan sebagai bahan baku bernilai ekonomis yang terbatas. Daunnya dapat digunakan untuk bahan membuat rokok tradisional hingga atap rumah seperti atap rumbia.

Sementara niranya kerap dipakai untuk membuat air nira yang manis, asam hingga semacam madu yang kental. Nipah juga punya nilai konservasi yang tinggi karena mampu menjaga abrasi pantai.

Sebagai salah satu jenis mangrove, nipah dikenal sebagai penjaga pantai yang handal. Di Indonesia, terdapat potensi nipah yang luar biasa. Sedikitnya ada 1,35 juta hektare nipah dari luas mangrove di Indonesia yang saat ini mencapai 4,5 juta hektare.

Artinya, nyaris sepertiga mangrove Indonesia terdiri dari nipah. Potensi yang sangat besar jika dimanfaatkan secara maksimal.

Peneliti dari Balitbang Bengkalis, Sopyan Hadi menemukan potensi nipah yang jauh lebih komplit. Di Desa Lubuk Muda, tempatnya berasal, kini dia telah membuat peralatan teknologi tepat guna bio etanol berbahan baku nipah.

Tak hanya satu, melainkan dua. Satu produksinya sendiri, satu lagi bantuan dari pemerintah. Mini plan bantuan pemerintah pusat lebih banyak digunakan untuk penelitian, sebagai alat untuk prototipe, yang dapat memproduksi bio etanol kadar rendah. Kapasitasnya 200 liter perhari.

Kendati lebih komplit dan besar, mini plan ini belum bisa menghasilkan bahan bakar untuk substitusi BBM sekelas premium atau pertamax. Sedangkan alat teknologi tepat guna karya Sopyan sendiri memiliki kemampuan lebih baik.

Peralatan ini sudah dapat menghasilkan bio etanol sekelas premium, bahkan pertamax plus.

Ada tiga unit peralatan untuk destilasi dan dua unit untuk pemurni atau dehidrasi. Peralatan sederhana, dengan skala dan modal kecil ini, produksinya dapat lebih banyak, yakni hingga 400 liter bio etanol perhari.

Sopyan Hadi menyebutkan, penelitiannya tentang nipah sudah dilakukan sejak tahun 2008 lalu. Ketika itu, dia masih menjadi peneliti di Rokanhilir. Dia membuat semacam laboratorium kecil di belakang rumahnya untuk mengembangkan produk nipah ini. Hasilnya fantastis.

Kini, bibit-bibit bensin dari nipah yang terbiar di sepanjang pesisir pantai itu telah benar-benar menjadi bahan bakar yang efektif. Ada beberapa tahapan dan hasil yang dicapai dalam proses panjang penelitiannya ini.

Tahapan pengolahan awalnya dapat difungsikan sebagai minyak tanah atau gas untuk memasak. Tahapan berikutnya, dengan nira nipah yang sama, dihasilkan bahan setara dengan premium. Tingkatan tertingginya setara dengan pertamax plus dengan oktan 95.

‘’Bahkan bisa dikatakan lebih baik dari pertamax plus,’’ ujar Sopyan Hadi kepada Riau Pos, Rabu (28/2) lalu.

Sopyan Hadi menyebutkan, nira yang dihasilkan nipah mengandung kadar gula yang tinggi.

Di dalamnya juga ada susunan sukrosa. Hasil fermentasi dari bahan tersebut dengan menggunakan mikrobiologi adalah faktor yang baik untuk menghasilkan bio etanol atau bahan bakar dari nabati. Sebenarnya tak hanya nipah yang dapat dikembangkan sebagai bio etanol.

Setiap tumbuhan yang mengandung unsur gula dan pati, memiliki potensi yang baik untuk dijadikan bio etanol. Jagung, singkong (ubi kayu), sorgum, dan tebu adalah sejumlah bahan baku bio etanol yang terbukti dapat dimanfaatkan.

Seperti bahan baku lainnya, setiap bahan baku ini memiliki nilai plus dan minus.

‘’Tapi nipah termasuk yang paling tinggi plusnya dibanding minusnya dari pada bahan baku lainnya,’’ ujar Sopyan.

Salah satu keunggulan nipah adalah bahan baku ini bukan berasal dari komoditi tanaman pangan pokok.

Beberapa bahan baku bio etanol seperti tebu, jagung dan singkong adalah bahan makanan pokok yang ke depan akan mengganggu ketahanan pangan dan menimbulkan krisis pangan. Menggunakannya dalam jumlah besar untuk produksi energi tentu saja dapat membuat rawan pangan.

Tapi tidak dengan nipah, yang bukan merupakan makanan pokok. Mengambil niranya juga tidak akan merusak pohonnya sama sekali. Konsep ini pula yang mengantarkan Sopyan Hadi meraih penghargaan World Biofuel Award 2010 di Belanda.

Sebab, peneliti dari belahan dunia lain, seperti Amerika dan Brasil, ternyata menggunakan bahan baku dari tebu atau jagung. Beberapa peneliti Indonesia menggunakan singkong dan sorgum.

Peraih Setia Lestari Bumi 2009, dan Kehati Award Bidang Lingkungan 2009 karena kepeduliannya melestarikan penyu dan nipah ini mengungkapkan bahwa nipah juga tak memerlukan biaya ekonomis tinggi.

Mangrove yang setia menjaga garis pantai dari abrasi ini dapat tumbuh dengan baik di sepanjang pantai. Tidak perlu perawatan khusus. Nipah bisa dikembangbiakkan dan tumbuh dengan mudah.

Mengambil niranya juga tidak dengan menebangnya. Nira nipah diambil sama dengan mengambil nira enau atau sejenisnya.

‘’Jadi tanamannya tetap terjaga dan hidup dengan baik. Sama sekali tidak merusak lingkungan atau menyebabkan pantai kehilangan mangrove-nya saat nipah kita manfaatkan,’’ ujar Sopyan Hadi.

Berawal dari laboratorium kecil di belakang rumahnya, Sopyan Hadi kemudian bergerak memenuhi obsesinya. Awalnya dia melakukan uji coba sendiri dan mendapatkan bio etanol dari nira berkadar rendah.

Saat diuji coba pada api, ternyata hidup. Dari serangkaian uji coba itu, kemudian dia berlanjut hingga akhirnya mendirikan peralatan teknologi tepat guna. Tapi tentu semua tak berjalan mudah.

Awalnya, Sopyan bahkan sempat disebut gila karena rangkaian uji cobanya ini. Tapi dia tak putus asa, bahkan mengajak dua hingga tiga orang warga untuk turut serta dalam program ini.

Awalnya banyak pemuda tempatan yang enggan, karena hasil yang tak jelas. Namun ketika hasil uji coba ini bisa menghidupkan kompor, mulai ada yang tertarik.

Sekarang peneliti yang hampir menyelesaikan S3 tersebut untuk tahap pertama, sedang mempersiapkan bio etanol nipah berkualitas fuel grade untuk dijadikan substitusi menjadi bio premium nipah beroktan setara pertamax plus yaitu 95.

Ini akan disosialisasikan ke pengguna yang mau menguji ke kendaraannya. Bupati Bengkalis, Ir Herliyan Saleh MSc pun mendukung rencana ini. Tahap kedua, pihaknya akan mensosialisasikan bio etanol nipah setara minyak tanah atau bio kerosin pada kompor bio etanol yang apinya hampir setara kompor gas.

Upaya ini merupakan langkah konkret Kabupaten Bengkalis untuk mengurangi secara bertahap terhadap ketergantungan bahan bakar fosil.

‘’Produksi sementara saat ini untuk satu hari bisa mencapai satu jerigen bio etanol kadar FGE untuk satu orang. Tapi jumlah ini fluktuatif, tergantung nira yang didapat,’’ ujar Sopyan.

Sedikitnya sekarang Sopyan dibantu 12 pemuda tempatan untuk mencari nira nipah. Sopyan membeli nira nipah itu seharga Rp1500 perliter. Sedangkan yang membantunya di peralatan teknologi tepat guna miliknya hanya dua orang. Diperlukan keahlian khusus, baik pencari nira maupun pengolahnya.

Mendapatkan nira nipah yang kemudian menghasilkan bio etanol, ternyata gampang-gampang susah. Nipah tak bisa ditoreh begitu saja tanpa ada keterampilan yang baik.

Setelah sebuah tandan nipah dipotong, maka harus ada perawatan, minimal secara tradisional. Tandan nipah harus diiris bawang (diiris tipis) agar tak melukainya secara keseluruhan.

Untuk mengeluarkan niranya, nipah diberi sentuhan yang baik. Dulu, secara tradisional bahkan dinyanyikan sambil berayun-ayun. Kadang sedikit dipukul lebam agar niranya mengalir lancar.

‘’Kalau sekarang sudah pakai teknologi vakum. Namun demikian, pohon nipahnya harus diperlakukan dengan baik agar niranya keluar lancar,’’ ujar Sopyan.

Nira yang didapat dari tandan itu kemudian dikumpulkan. Biasanya, rendemennya 10-12 persen dari bahan baku. Artinya dari 10-12 liter nira, setelah diolah akan menjadi 1 liter bio etanol murni.

Dalam sehari, seorang bisa mendapatkan satu jerigen atau sekitar 30 liter nira. Tapi itu belum maksimal, karena masih bisa ditargetkan 1 orang menghasilkan 100 tandan nira atau 100 liter perhari. Satu tandan nipah biasanya bisa menghasilkan satu liter nira, bahkan lebih.

‘’Jadi kalau sudah bisa menghasilkan 100 liter nira, target kita per orang bisa menghasilkan 10 liter bio etanol perhari,’’ ujar Sopyan.

Proses Pembuatan
Pembuatan bio etanol ini menggunakan proses mikro biologi, dengan mendiamkan bahan baku nira di wadah tertutup selama dua hingga tiga hari dengan campuran bahan kimia tertentu.

Bahan yang sudah difermentasi ini kemudian dipisahkan dari air dengan proses destilasi. Pada suhu 78 derajat Celcius, bahan ini mulai menguap dan uapnya itu kemudian dipanen menjadi bio etanol.

Bahan yang dihasilkan ini baru menghasilkan bio etanol 60-80 persen. Kandungan airnya masih ada sehingga belum menjadi bio etanol murni. Namun demikian, bio etanol 60-80 persen ini sudah bisa dipakai untuk keperluan memasak. Bio etanol 60-80 persen ini setara minyak tanah atau elpiji.

Dalam beberapa kali percobaan dan demonya, Sopyan Hadi membuat bio etanol ini untuk menghidupkan kompor gas. Bahan bakarnya disalurkan dari tabung infus ke kompor gas, yang bisa dihidup-padam-redupkan dengan mengontrol aliran infus di selangnya.

Bahannya yang tak mudah tersulut api memungkinkannya diletakkan di tabung infus yang terbuat dari plastik.

Namun demikian api yang dihasilkan tetap dapat digunakan untuk memasak, kendati kadang masih ada desisan air di antara bakaran api kompor. ‘’Memang masih ada airnya dan perlu diproses lagi,’’ ujarnya.

Dari segi kualitas api, bio etanol 60-80 persen ini berkualitas sama dengan minyak tanah, gas elpiji, bahkan solar. Dalam beberapa kali uji coba, bio etanol 60-80 persen ini dapat dipakai untuk menghidupkan genset berbahan bakar solar atau premium.

Hanya, untuk jangka waktu panjang, diperlukan modifikasi pada karburator genset yang tahan air. Sebab, bio etanol 60-80 persen ini masih mengandung air. Dalam jangka panjang, genset bisa berkarat jika tak dimodifikasi.

Untuk mengolahnya setara premium, bio etanol kadar rendah atau 60-80 persen ini harus dimasukkan ke alat dehidrasi. Tujuannya untuk menyerap air, dan memurnikan kandungan air dari bio etanol tersebut.

Sejauh ini, Sopyan sudah memproduksi alat dehidrasi ini dengan teknologi tepat guna. Dengan filter yang ada, air yang masih tersisa sudah dapat dijadikan nol atau tidak ada sama sekali.

‘’Jadi sudah setara dengan premium. Bahkan untuk tingkatan tertentu setara dengan pertamax plus,’’ ujar Sopyan.

Kualitas bio etanol murni ini bahkan lebih baik dari pada premium. Pembakarannya dinilai sangat baik. Dalam praktiknya, untuk menjadi bahan bakar kendaraan, biasanya perlu campuran 80 persen premium dengan 20 persen bio etanol murni dari nipah ini.

Sebenarnya, sebut Sopyan, bisa saja 100 persen digunakan bio etanol untuk kendaraan tertentu.

‘’Untuk penggunaannya memang masih terbatas mobil keluaran Amerika seperti jenis Ford Fiesta yang bisa menggunakan E20 yaitu 20 persen bahan bakarnya dari bie otanol. Merek-merek Jepang sepertinya belum bisa,’’ ujar Sopyan.

Sopyan sendiri kerap menggunakan bio etanol berbahan baku nipah ini untuk mobilnya. Sejauh ini, tidak ada masalah. Bahkan emisi gas buangnya jauh lebih ramah lingkungan, karena memang berasal dari tumbuhan, bukan fosil seperti halnya premium atau pertamax.

Soal harga jual, hingga saat ini belum bisa diputuskannya. Sebab, diperlukan tata niaga dan perizinan yang rumit. Belum lagi masalah administrasi yang harus dari pemerintah pusat.

Akan tetapi dari rancangannya, sesuai biaya produksi, didapatkan angka Rp7.500 hingga Rp8.000 untuk bio etanol setara minyak tanah dan Rp8.000 untuk bio premium etanol nipah setara oktan pertamax plus.

Tapi itu pun jika memang bisa dijual di SPBU. Ini beda jika dijual di kalangan sekitar, yang tak memerlukan tata niaga minyak yang khusus.

‘’Kalau untuk komersial, regulasinya belum bisa kita tembus, karena ini yang mengatur Pertamina. Saya bercita-cita suatu saat nanti bio etanol ini bisa dijual di SPBU. Kalau bisa ada satu tangki bahan bakar nabati bio premium etanol nipah percontohan di salah satu SPBU Riau ini, jadilah. Bisa kita bandingkan seluruh SPBU di Eropa dan Amerika yang telah mengedepankan penggunaan substistusi bio etanol hingga mencapai E80. Berarti negara tersebut telah menghemat sebesar 80 persen bahan bakar fosil. Tapi regulasinya belum memungkinkan untuk itu. Di daerah kita umumnya SPBU di Indonesia masih pemakai bahan bakar fosil 100 persen,’’ ujar Sopyan.

Sales Pertamina Pekanbaru, Witdoso, ketika dikonfirmasi menyebutkan, tata niaga BBM seperti bio etanol belum dikenal pihaknya. Berdasarkan UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas (Migas), Pertamina tidak sekuat dulu, yang mengatur segalanya terkait BBM. Tentang bio etanol sendiri belum ada aturan yang mengatur penyalurannya.

‘’Sebaiknya ke BPPT atau LIPI terlebih dahulu untuk diuji kelayakannya. Kami ini hanya bagian dari pemerintah. Jadi apa yang sudah disediakan pemerintah, itu yang kami salurkan. Kalau BBM yang lain, seperti dari bio etanol, sebaiknya lewat pemerintah pusat dulu,’’ ujar Witdoso.

Perlu Produksi Massal
Pakar bio teknologi dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Prof Dr Ir Enny Sudarmonowati ketika dihubungi Riau Pos secara terpisah menyebutkan, produksi bio etanol atau bio fuel secara massal sudah perlu dilakukan terutama oleh pemerintah.

Sejauh ini, ujarnya, sudah banyak yang dilakukan peneliti dan penggiat bio etanol, namun jumlahnya belum massal. Dia mengapresiasi para produsen bio etanol yang terus memproduksi bahan bakar alternatif ramah lingkungan ini, termasuk Sopyan Hadi.

Bio fuel, ujarnya, merupakan bahan bakar masa depan di Indonesia. Bahkan pada tahun 2025, ditargetkan 15 persen dari seluruh bahan bakar yang ada berasal dari bio fuel.

Semuanya berasal dari tanaman dan volumenya akan terus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pemerintah bahkan sudah mengeluarkan PP 5/2006, dengan target 1,48 miliar liter bensin berbahan bio fuel mulai tahun 2016 hingga tahun 2025.

‘’Semangat itu sudah ada pada pemerintah. Hanya aplikasinya belum tampak nyata. Dan ini hanya akan bisa terwujud kalau pemerintah memperhatikan dari hulu ke hilir, secara holistik dan integrated,’’ ujar Enny.

Sayangnya, perhatian untuk meningkatkan produksi bio fuel atau bio etanol ini belum begitu memadai. Beberapa tahun lalu, sekitar tahun 2007-2008, misalnya, pernah diwacanakan pembuatan bio fuel massal dengan bahan jarak pagar.

Maka petani pun mulai menanam jarak pagar dalam jumlah besar. Kenyataannya, rencana ini gagal karena pemerintah membeli jarak pagar dengan harga sangat murah dan petani merasa kecewa.

‘’Bahkan tak sedikit yang memusnahkan sendiri jarak pagarnya. Ini kan jadi sia-sia,’’ ujarnya.

Dengan harga BBM yang akan dinaikkan dalam waktu dekat, bahan bakar dari nabati tentu menjadi alternatif yang menjanjikan.

Sejak tahun 2008, ujar Enny, sebenarnya sudah ada beberapa peneliti yang memproduksi BBM nabati ini dalam skala kecil. Di Sukabumi, sudah dihasilkan bio etanol berbahan baku singkong (ubi).

Sebanyak 6,5 Kg singkong dapat diolah menjadi 1 liter bio etanol. Bahkan sudah dijual ke supir angkot dengan harga standar. Hal yang sama dipraktikkan juga di Malang, Jawa Timur dengan bahan baku tebu.

Menurutnya, jika pemerintah belum dapat memproduksi dalam jumlah besar, skala kecil perlu dihidupkan dengan konsep bio village. Pemerintah perlu terus membantu dan menstimulan penggiat bio etanol dengan membantu produksi atau kemudahan lain.

Konsep desa mandiri energi juga perlu terus digiatkan. Bio etanol dari bahan nipah menurutnya termasuk yang terbaik di generasi pertama, sama dengan jarak pagar.

Keunggulannya terletak pada bahan yang melimpah dan tidak mengganggu bahan pangan seperti halnya bio etanol dari singkong, jagung, sorgum, tebu atau sawit.

Sementara itu, Kepala Balitbang Riau, Prof Dr Ir Tengku Dahril MSc menyebutkan, pihaknya mendukung upaya yang dilakukan Sopyan Hadi dengan produksi bio etanol berbahan nipah ini. Bahkan dalam beberapa kali pameran, Balitbang Riau kerap menampilkan produksi bio etanol dari nipah ini.

‘’Kita apresiasi dan terus memfasilitasi untuk pengembangan produksinya lebih lanjut,’’ ujar Tengku Dahril.***

Sumber : http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=10230&kat=3

Bio Premium E 20 dari Pohon Nipah di Pesisir Riau

Biopremium E20, Bahan Bakar Nabati dari Pesisir Riau

TEGUH PRIHATNA/ RIAU POS
MENUANGKAN BIOPREMIUM: Sopyan Hadi menuangkan biopremium, campuran bioethanol dan premium. Bioethanol merupakan bahan bakar nabati yang berasal dari fermentasi nipah

Biopremium E20, Bahan Bakar Nabati dari Pesisir Riau



Riau tampaknya tak kan pernah kehilangan pamornya sebagai negeri minyak. Setelah dulu dikenal sebagai negeri di bawah minyak di atas minyak, yakni minyak bumi dan minyak sawitnya, kini bertambah lagi sumbernya. Dari pesisir pantainya yang kaya dengan hutan manggrove nipah (Nypa fruticans Wurmb), kini telah mampu diolah menjadi bahan bakar nabati.


Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com


Selasa (12/4) pagi, sekitar pukul 07.00 WIB, sebuah pesan pendek (sms) sampai di telepon genggam Riau Pos. Terlihat nama pengirim Sopyan Hadi. Pagi itu dia mengabarkan sedang mengikuti Riau International Energy Expo di Hotel Labersa. Dia mewakili Provinsi Riau dan juga Indonesia untuk unjuk kebolehan tentang energi ramah lingkungan. Dalam dua tahun terakhir dia berhasil meneliti dan mengembangkan pembuatan biopremium dari nira pohon nipah.

Pagi itu, lanjutnya, ia akan uji coba biopremium itu dengan menggunakan mobil. Untuk itulah, ia meminta Riau Pos ikut menyaksikan bagaimana bahan bakar nabati itu bisa berfungsi. Bahkan memberikan banyak keuntungan bagi lingkungan.

Bagi Riau Pos, Sopyan Hadi, bukanlah aktor baru di bidang lingkungan. Pria 36 tahun dan berstatus pegawai negeri ini adalah penerima Setia Lestari Bumi dan Kehati Award. Riau Pos telah beberapa kali meliput aksinya. Terutama kegiatannya dalam mempelopori konservasi penyu hijau di Pulau Jemur. Setelah kegiatan itu berhasil dan kini ditangani oleh Pemerintah
Daerah Rokan Hilir, ia melanjutkan perjuangan lingkungan di bidang energi terbarukan.

Dengan background itulah, Riau Pos akhirnya siang itu menemuinya di arena pameran.
Di sebuah stand, Riau Pos melihat sebuah mobil khas kota berwarna merah bata, keluaran Ford. Tertulis di mobil itu Biopremium E20. Lalu di sisi sampingnya ada sebuah meja dengan lima buah botol yang menjadi pajangan. Tertulis di masing-masing botol, biopertamax, biokerosin, biopremium, ethanol, dan nira nipah fermentasi.

Usai mengamati itu, Sopyan Hadi datang. Ternyata ia baru selesai menyantap makan siang dengan agak terburu-buru karena kedatangan Riau Pos. Pertemuan siang itu seperti reuni saja bagi Riau Pos. Pasalnya pria yang dulu bertugas di Kabupaten Rokan Hilir dan kini di Kabupaten Bengkalis hanya kerap bisa dihubungi lewat telepon seluler.

Lalu mulailah ia bercerita, bahwa pengembangan biopremium E20 yang dilakukannya saat ini dimulai dengan keprihatinnya terhadap kawasan pesisir Riau. Di kawasan pesisir Riau seringkali kesulitan bahan bakar. Selanjutnya, banyak bibir pantai di Riau yang sudah gundul sehingga terkena abrasi. Upaya konservasi dengan menanam pohon tanpa nilai tambah, kerap tak berhasil. Namun dengan adanya biopremium ini, semua itu akan dapat diatasi. Pasalnya masyarakat akan mau menanam nipah, yang tidak saja penting untuk menjaga bibir pantai dan mengurangi pemanasan global, tetapi juga meningkatkan tarap hidup masyarakat.

“Ibu-ibu bisa bekerja sebagai pengambil nira. Nira dari nipah tidak tinggi dan perlu dipanjat. Cara kerjanya cukup gampang. Nira itulah yang dijual kemudian diolah menjadi bahan bakar,” jelas Sopyan.

Biopremium E20, menurutnya belumlah murni dapat digunakan sebagai bahan bakar satu-satunya. Mengingat belum ada kendaraan yang khusus di desain untuk kendaraan ramah lingkungan dengan nilai oktan yang tinggi. Setakat ini, baru bisa digunakan dengan komposisi 20 persen ethanol dan 80 persen premium. Itu makanya disebut Biopremium E20.
Meski maksimal baru 20 persen, namun itu cukup bisa menghemat sekitar 20 persen menggunaan bahan bakar fosil.

Apalagi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Darwin Zahedy Saleh, pada kegiatan ekspo itu mengungkapkan bahwa bahan bakar fosil di Indonesia termasuk di Riau tinggal untuk 23 tahun lagi. Jadi diperlukan upaya untuk mencari sumber energi alternatif baru.
Selain itu yang juga menarik dari nipah yang digunakan sebagai sumber energi terbaru adalah tidak bersaing dalam memenuhi kebutuhan pangan. Berbeda dengan negara-negara lainnya yang mengembangkan biofuel dengan tanaman pangan jagung (Amerika) dan tebu (Brazil).

“Nipah selama ini tak dimanfaatkan. Padahal ia tumbuh subur di bibir pantai di Riau seperti Inhil, Semenanjung Kampar, Bengkalis, Dumai dan Rohil. Pemanfaatannya selama ini paling-paling hanya digunakan daunnya untuk atap. Namun itupun sekarang tidak populer lagi,” papar magister teknik ini.

Dengan kondisi seperti itu, pemanfaatan nira nipah untuk menjadi bahan bakar jadi bermanfaat. Apalagi untuk mengambil nira tersebut, tanamannya tidak perlu ditebang, seperti tebu dan jagung. Ia dapat terus tumbuh dan berkembang sehingga tidak ada penggundulan.
“Inilah energi yang benar-benar berkelanjutan,” imbuhnya. Itu pulalah yang mengantar pria ini, beberapa waktu lalu, menjadi pemenang ke empat dalam presentasi tentang energi terbarukan di Belanda.

Sopyan Hadi kemudian juga bercerita bahwa bahan bakar alternatifnya itu tidak saja bisa digunakan bagi campuran premium. Tetapi juga untuk menjadi pengganti minyak tanah bahkan avtur. Bahkan untuk pengganti minyak tanah dia menyebutkan lebih ramah lingkungan. Itu ditunjukkannya dari hasil sisa pembakaran dan warna api yang dihasilkan. Warna apinya hampir merata membiru.

Dia juga menyebutkan bahwa penggunaan bahan bakar nabatinya sebagai campuran itu, juga mengurangi jumlah emisi.
Gas buangan dari biopremium hanya menghasilkan 28 ppm hidrogen karbon (HC) dan 9,9 persen karbon dioksida (CO2). Sementara yang dari premium menghasilkan 41 ppm HC dan 17,4 persen CO2.

“Dengan bahan bakar ini, pencemaran udara juga berkurang. Knalpotnya juga harum nipah,” ujarnya di sela-sela kegiatan Riau Pos mencoba mobil berbahan bakar biopremium tersebut.
Mengenai sistem pengelolaannya, Sopyan menjelaskan cukup sederhana. Dimulai dengan mengambil nira dari beberapa tangkai bunga nipah. Tangkai itu dipotong, lalu cairan di dalamnya (nira) disedot dengan sistem vakum.

Setelah mendapatkan cairan tandan nipah, kemudian di dilakukan proses fermentasi. Proses pengelolaan untuk menjadi bahan bakar masa depan ini hanya butuh waktu sekitar setengah jam. “Yang lama justru untuk mengumpulkan nira nipah,” imbuhnya.
Cita-cita pria ini untuk menjadikan Riau sebagai penghasil bahan bakar nabati ini tak kan pernah berkembang pesat dan menjadi andalan jika tidak didukung oleh pemerintah. Semoga pemimpin di negeri kaya ini segera bertindak.***

Sumber : http://greenstudentjournalists.blogspot.com/2011/04/biopremium-e20-bahan-bakar-nabati-dari.html#more

Penelitian Proses Pembuatan Sirup Nira Nipah (Nypa fruiticans Wurmb)

Title: Pengaruh Penggunaan PAC (Polialumunium Clorida) Pada Proses Pembuatan Sirup Nira Nipah (Nypa Fruiticans Wurmb)
Authors: Dra . Nirwana, MT, Drs. Irdoni HS., MS
Efilin Marlina
Keywords: Sirup
Nira Nipah
Warna
Issue Date: 2009
Publisher: Fakultas Teknik Universitas Riau
Abstract: Sirup gula nipah merupakan larutan yang mengandung sukrosa dalam kemurnian yang tinggi. Sirup gula nira nipah disamping mengandung sukrosa juga terdapat campuran fruktosa dan glukosa. Secara umum sirup gula nipah ini dapat digunakan sebagai alternative pengganti penggunaan gula dalam bentuk kristal. Penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan PAC (Polialumunium Clorida) pada proses pembuatan sirup nira nipah (Nypa fruiticans Wurmb) dalam rangka memanfaatkan nira nipah sebagai salah satu sumber pemanis. Hasil penelitian menunjukan bahwa PAC, dapat dikembangkan sebagai alternative dalam pemurnian nira nipah dan komposisi optimal Polialumunium klorida (PAC) yang optimal 1% pada CaOH 5%. Pada proses dekalorisasi hasil yang terbaik dimana mengunakan karbon aktif yang selanjutnya ditambahkan resin dengan hasil sebesar 53%. Produk akhir berupa sirup gula nira nipah dengan kondisi brix 60, pH 5.8-6.6 Nilai warna 53% dan disimpan dalam waktu 4 minggu.
URI: http://repository.eng.unri.ac.id:8080/jspui/handle/123456789/176

Sumber : http://repository.eng.unri.ac.id:8080/jspui/handle/123456789/176

Berkah Nipah yang Berlimpah

tanaman nipah


Berkah Nipah yang Berlimpah

Penulis: Adi Mustika di Yogyakarta


Nipah sering dianggap tanaman liar. Maka, ketika orang membuka tambak, gerombolan tanaman ini akan menjadi korban pertama yang digusur. Padahal, ia membawa banyak berkah.

Salah satu manfaat nipah, ia menjadi benteng bagi air tawar terhadap air laut. Makanya, jangan jengah kalau melihat merekamejeng di tepi pantai menghalangi pandangan mata saat Matahari mau terbit atau tenggelam. Lenyapnya rumpun nipah bisa membahayakan daratan. Ancaman abrasi dan kerusakan tanah mudah terjadi karena tidak ada yang membentengi lagi. Akar nipah yang kuat dan rapat mampu menahan gempuran ombak laut sehingga mencegah terjadinya erosi daratan oleh air laut.

Sebagai tumbuhan mangrove, nipah punya fungsi ekologis penting lainnya. Hutan nipah merupakan habitat dan tempat berkembang biak bagi satwa liar seperti ikan, udang, burung, monyet, juga bekantan.

Sudah banyak bukti kalau kerusakan mangrove menimbulkan kerugian semata. Sayangnya, banyak warga masyarakat kurang menghargai dan kurang peduli pada keberadaan hutan nipah. Mungkin karena belum mengenal banyak mengenal?

Bernilai ekonomis


putik dan benang sari

Meski termasuk keluarga palem-paleman, jangan membayangkan ia seperti palem pada umumnya. Sosoknya seperti tidak berbatang, padahal sebenarnya berbatang juga. Memang batangnya hanya berupa rimpang mendatar berdiameter sekitar 30 cm, itu pun terbenam di lumpur. Yang kelihatan di permukaan cuma daun-daunnya. Ukuran daun dan tangkainya cukup besar, antara 6 – 8 m panjangnya.

Tanaman ini hidup di rawa air payau dan di depan muara sungai, sehingga dikenal pula sebagai palem mangrove. Dari fosil serbuk sari yang pernah ditemukan, nipah diperkirakan mulai menghuni Bumi sejak 69 juta tahun lalu. Nipah memang termasuk salah satu tanaman berbunga (angiosperm) tertua dan mungkin spesies tertua di kalangan palem-paleman.

Nama ilmiahnya Nypa fruticans. Tumbuhan monokotil ini masuk dalam famili Palmaealias Arecaceae dan subfamili Nypoideae. Dalam subfamili Nypoideae, nipah hidup sebatang kara. Ia satu-satunya anggota dalam subfamili itu. Tidak ada yang lain.

Di beberapa daerah pohon nipah dikenal dengan nama yang sama. Tetapi ada juga daerah-daerah lain yang memberi nama berbeda. Misalnya, di Aceh diberi nama bak nipah, di Biak mansinyas, di Mimika dijuluki kopere, suku Marind di Merauke memberi nama tamu.

Pohon nipah tersebar di negara-negara India, Myanmar, Thailand, Malaysia, Indonesia, Phillipina, Kepulauan Ryukyu, Papua, kepulauan Solomon, dan Australia bagian utara. Nipah berkembang biak secara generatif dengan bijinya. Bisa juga secara vegetatif dengan anakan yang tumbuh dari rimpang sehingga akan membentuk rumpun nipah yang cukup lebat dan agak sulit ditembus. Di Papua Nugini dikenal perbanyakan dengan istilah metode “lubang dan parit”, yakni dengan membenamkan buah ke lubang sedalam 10 – 20 cm di sepanjang parit irigasi.

Bunga pertama muncul sekitar 3 – 4 tahun setelah pertunasan. Nipah perlu jasa lalat untuk membantu penyerbukan. Dalam kelompok nipah dewasa, ada sekitar seperempat sampai setengah pohon palem yang berbunga dan berbuah, dengan tempat yang acak. Buahnya sendiri masak setelah 5 – 9 bulan.

Enak selagi muda


bunga nipah masih muda

Bunga nipah berupa mayang yang muncul di ketiak daun, berbentuk seperti tongkol, bagian pangkalnya berwarna sedikit jingga. Panjang mayang itu dapat mencapai sekitar 1,2 m. Bunga pada cabang utama mayang atau di bagian ujung mayang biasanya berkelamin betina, sedangkan yang muncul pada sumbu lateralnya berkelamin jantan. Seperti pada kebanyakan palem lain, nipah pun dapat disadap menghasilkan nira, sejak berbunga.

Di beberapa daerah cara menyadap nipah adalah dengan memotong ibu tangkai bunganya, ketika buah baru terbentuk. Lalu setiap hari diiris dan niranya ditampung. Jika terdapat dua mayang, biasanya salah satu dipotong dan dibuang, dan yang tertinggal itulah yang disadap. Setiap mayang bunga dapat menghasilkan nira kira-kira 600 ml per hari. Menurut perkiraan, satu pohon nipah dapat disadap hingga 50 tahun. Jadi, selama itu satu pohon nipah dapat menghasilkan 10.950 l nira.


buah nipah

Rasanya memang tidak semanis nira kelapa, tetapi dapat juga dibuat gula. Di saat urusan gula tebu sedang runyam seperti tahun-tahun terakhir ini, nira bisa dijadikan alternatif gula sehingga kita tidak perlu mengimpor gula. Selain dibuat gula merah, nira dari nipah dapat pula diproses menjadi alkohol, cuka, penyedap makanan, atau kecap.

Negeri kita dikaruniai hutan nipah yang sangat luas, sehingga mestinya potensinya tidak dapat diabaikan begitu saja. Pemanfaatan nira pohon ini tentu dapat memberi nilai tambah bagi masyarakat yang ada di sekitar hutan nipah.

Di beberapa daerah memang dijumpai orang yang menyadap nira nipah, tetapi jumlahnya tidak banyak. Di Papua juga bisa ditemui orang menyadap nira nipah. Biasanya tidak untuk dibikin gula, melainkan saguer, minuman beralkohol hasil fermentasi nira. Saguer dari nipah terasa lebih keras ketimbang saguer kelapa. Barangkali lantaran kandungan alkohol saguer nipah lebih tinggi.

Buah nipah tergolong buah batu. Bentuknya bulat telur dan bersisik. Diameternya 27 – 40 cm, sebesar buah sarangan. Buah yang belum tua dapat diambil bijinya. Biji yang warnanya putih itu bisa dijadikan kolang-kaling seperti biji buah aren. Jika masih muda, buahnya enak dimakan seperti biji siwalan atau kelapa muda. Tidak begitu manis dan agak lebih berair, tetapi enak. Sebaliknya, jika sudah tua, bijinya menjadi keras.

Obat antiherpes
Bangsa palem-paleman sudah lama dikenal punya banyak nilai ekonomis. Di beberapa daerah daunnya dianyam sebagai atap kajang. Bisa juga dibuat tikar kajang, keranjang, topi, payung dan barang anyaman lainnya. Untuk itu dipilih daun yang cukup tua. Dulu sebelum kertas populer, menurut cerita orang di Sumatera, janurnya (daun muda) dapat dipakai untuk membungkus tembakau atau penggulung rokok setelah diolah secara khusus. Lidinya dibuat sapu atau bubu untuk menangkap ikan.

Beberapa bagian pohon nipah rupanya juga menyimpan bahan untuk dijadikan obat alternatif. Misalnya, jus tunas mudanya bisa untuk mengobati herpes. Abu dari bakaran pohon nipah bisa untuk mengobati sakit gigi atau sakit kepala. Manfaat lainnya, sebagai bahan pengekstrak garam.

Meski kokoh tegak sebagai benteng, ada saja binatang yang suka mengganggu. Di Papua Nugini musuhnya tikus, sementara di utara Kalimantan seterunya babi dan monyet. Binatang-binatang itu mengincar tangkai bunganya. Di Malaysia nipah suka diganggu kumbang penggerek.

Namun, musuh yang paling besar dan ditakuti pohon nipah tidak lain kita, manusia. Setelah laut dengan leluasa menjarah daratan, mungkin kita baru menyadari kegunaannya!

sumber: Majalah INTISARI—April 2006

Sumber unduhan : adimust.8m.com/nipah.html


KOLAK BUAH NIPAH

KOLAK BUAH NIPAH

Di Pantai Timur Sumatera Utara (Langkat-Deli Serdang) pada bulan puasa ramadhan, masyareakat memanfaatkan buah nipah muda sebagai bahan baku makanan kolak. Proses pembuatannya cuykup mudah, yakni : buah nipa muda dikupas dan diambil daging buahnya,

Selanjutnya siap untuk dimasak (dimasukkan) kedalam adonan kolak (air, gula, santan)
Pemanfaatan nipah yang dilakukan oleh masyarakat hingga saat ini yang dijalankan hanya dimanfaatkan sebagai atap daun saja. Pemanfaatan untuk garam, gula nipah, anyaman dan manisan belum dilakukan. Padahal semua jenis pemanfaatan tersebut merupakan prospek atau bisa menunjang kebutuhan, baik ekonomi rumah tangga maupun industri kecil rumah tangga.

Hanya saja masyarakat belum mengetahui cara memanfaatkan sehingga hal tersebut merupakan kendala. Maka dalam hal ini diperlukan adanya pembinaan/penyuluhan/bimbingan mengenai pemanfaatan nipah, yang pada suatu saat merupakan komoditi yang bersifat tradisional, bisa dioleh dengan cara modern dan menimbulkan daya tarik konsumen (permintaan pasar), dengan harga yang sesuai.