.... Selamat Hari Raya Idul Fitri 1433 H...... Mohon maaf lahir dan batin....

Senin, 23 April 2012

Pabrik Bioethanol berbahan Nira Nipah

Kementerian ESDM Bangun 2 unit Pabrik Pengolahan Biothanol

BENGKALIS (VOKAL)-Potensi tanaman nipah (nypa fruticans) yang melimpah di Kabupaten Bengkalis, menarik perhatian Kementerian ESDM. Terbukti, 2 unit pabrik pengolahan bioethanol berbahan baku nira nipah di bangun di Kabupaten Bengkalis, tepatnya di Kecamatan Siak Kecil.

Bupati Bengkalis H Herliyan Saleh beserta SKPD, dalam kunjungan kerja (kunker)nya ke sana, akhir pekan lalu, juga menyempatkan diri melihat pabrik pengolahan minyak tanah berbahan baku nira dan nipat tersebut. Bupati menilai, potensi tanaman nipah di Kabupaten Bengkalis, tepatnya di Siak kecil, sangat besar dan layak dibangun pabrik pengolahan bioethanol. Keberadaan pabrik itu akan membuka lapangan kerja bagi masyakarat setempat untuk menyadap/menoreh nira dari tanaman nipah, untuk kemudian dijual di pabrik.

"Saya melihat potensi nipah di sini belum tergarap maksimal. Jika sudah ada pabrik, maka kegiatan ini bisa menjadi sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat," kata Bupati.

Lebih lanjut, Bupati menjelaskan, pembangunan pabrik di Kabupaten Bengkalis itu, merupakan program percontohan skala kecil di Indonesia yang dicanangkan Kementerian ESDM. "Maka kita minta kepada Kepala Balitbang untuk segera melakukan penataan terhadap lahan-lahan nira tersebut. Saya tidak ingin ada permasalahan di kemudian hari," tegas Bupati sembari memuji program pemerintah pusat itu yang dianggap menyentuh langsung ke masyarakat.

Bupati berharap, kepada masyarakat yang desanya terpilih, untuk membudidayakan tanaman nipah. Artinya, pemerintah terus berupaya memperjuangkan agar pabrik bioethanol ini bisa segera terealisasi dan memberikan imbas positif bagi masyarakat Kabupaten Bengkalis.

"Ini adalah realisasi. Sudah saatnya kita membuat terobosan mengembangkan tanaman nipah untuk bioethanol, dan tidak lagi sekedar tanaman semak. Saya menghimbau masyarakat untuk saling mendukung dengan melestarikan tanaman nipah tersebut," harap Bupati. (ias)

Sumber : http://www.harianvokal.com/index1.php?module=detailberita&id=227

Potensi Besar Pohon Nipah yang masih Terpinggirkan




Pohon Nipah yang Terpinggirkan


Nipah adalah sejenis palem (palma) yang tumbuh di lingkungan hutan bakau atau daerah pasang-surut dekat tepi laut. Keberadaannya kini mulai terpinggirkan dan terancam akibat maraknya pembukaan tambak udang pada tahun 1990 an lalu. Padahal fungsi pohon nipah sebagai penahan gelombang air laut sangat penting, disamping keberadaan saudaranya, Pohon Bakau.

Batang pohon nipah menjalar di tanah, membentuk rimpang yang terendam oleh lumpur. Akar serabutnya dapat mencapai panjang 13 m. Karena perakaran nipah ini hanya terletak dalam lumpur yang sifatnya labil maka rumpun-rumpun nipah dapat dihanyutkan oleh air sampai ke laut.

Panjang anak daun dapat mencapai 100 cm dan lebar daun 4-7 cm. Daun nipah yang sudah tua berwarna hijau, sedangkan daunnya yang masih muda berwarna kuning, menyerupai janur kelapa. Banyaknya anak daun dalam tiap ental mencapai 25-100 helai.

Karangan bunga majemuk muncul di ketiak daun, berumah satu, dengan bunga betina terkumpul di ujung membentuk bola dan bunga jantan tersusun dalam malai serupa untai, merah, jingga atau kuning pada cabang di bawahnya. Setiap untai mempunyai 4-5 bulir bunga jantan yang panjangnya mencapai 5 cm.

Empat hingga lima bulan sejak keluarnya bunga nipah, tandan bunga tersebut dapat disadap untuk diambil niranya, yakni cairan manis yang diperoleh dari tandan bunga yang belum mekar. Nira yang dikeringkan dengan dimasak dipasarkan sebagai gula nipah (palm sugar).

Umbut nipah dan buah yang muda dapat dimakan. Biji buah nipah yang muda, yang disebut tembatuk, mirip dengan kolang-kaling (buah atep), dan juga diberi nama attap chee (“chee” berarti “biji” menurut dialek China tertentu). Sedangkan buah yang sudah tua bisa ditumbuk untuk dijadikan tepung.

Struktur buah mirip buah kelapa, dengan endokarp keras yang disebut tempurung. Biji terlindung oleh tempurung dan berbentuk kerucut. Dalam satu tandan, buahnya dapat mencapai antara 30-50 butir, berdempetan satu dengan yang lainnya membentuk kumpulan buah bundar. Buah Nipah ini bagi sebagian masyarakat pesisir laut di Delta Mahakam kerap dijadikan santapan ketika berbuka puasa.

Palma ini umum ditemukan di sepanjang garis pesisir Samudera Hindia hingga Samudera Pasifik, khususnya di antara Bangladesh hingga pulau-pulau di Pasifik. Nipah termasuk jenis tumbuhan yang terancam punah di Singapura.

Daun nipah yang telah tua banyak dimanfaatkan secara tradisional untuk membuat atap rumah yang daya tahannya mencapai 3-5 tahun. Daun nipah yang masih muda mirip janur kelapa, dapat dianyam untuk membuat dinding rumah yang disebut kajang. Daun nipah juga dapat dianyam untuk membuat tikar, tas, topi dan aneka keranjang anyaman. Di Sumatra dan Kalimantan pada masa silam daun nipah yang muda yang dinamai pucuk ini dijadikan daun rokok. Bahkan, beberapa naskah lama Nusantara juga menggunakan daun nipah sebagai alas tulis, bukannya daun lontar.

Tangkai daun dan pelepah nipah dapat digunakan sebagai bahan kayu bakar yang baik. Pelepah daun nipah juga mengandung selulosa yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pulp (bubur kertas). Lidinya dapat digunakan untuk sapu, bahan anyam-anyaman dan tali.
Di Filipina dan juga di Papua, nira ini diperam untuk menghasilkan semacam tuak yang dinamakan tuba (dalam bahasa Filipina).

Fermentasi lebih lanjut dari tuba akan menghasilkan cuka. Di Malaysia, nira nipah dibuat sebagai bahan baku etanol yang dapat dijadikan bahan bakar nabati pengganti bahan bakar minyak bumi. Etanol yang dapat dihasilkan adalah sekitar 15,000 sehingga 20,000liter/ha/hari, jauh lebih unggul dibandingkan kelapa sawit (5,000 liter/ha/tahun).

Di Kalimantan arang dari akar nipah digunakan untuk obat sakit gigi dan sakit kepala. Hasil bakaran atau abu dari pelepah niah pada jaman dahulu juga dijadikan sebagai pengganti garam.(vb-01/berbagai sumber/foto;alamendah)

Sumber : http://www.vivaborneo.com/tag/buah-nipah

Potensi BBM Nabati Masa Depan dari Nipah

Bibit Bensin di Sepanjang Pesisir

BIO ETANOL NIPAH: Peneliti Balitbang Bengkalis, Sopyan Hadi memproduksi bio etanol dari nira nipah yang banyak terhampar di sepanjang pesisir Riau (Muhammad Amin/Riau Pos)


Potensi BBM Nabati Masa Depan dari Nipah,Bibit Bensin di Sepanjang Pesisir


Laporan MUHAMMAD AMIN, Lubuk Muda

Krisis bahan bakar minyak (BBM) terutama dari fosil telah di depan mata. Tapi tak banyak yang bergerak untuk mengantisipasinya.

Di antara yang sedikit itu, seorang peneliti Bengkalis, Sopyan Hadi berkreasi dengan menghasilkan bahan bakar bio etanol berbahan baku nipah. Seperti apa?

Pepohonan nipah itu berjejer di sepanjang ruas pantai pesisir Desa Lubuk Muda, Kecamatan Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, Riau. Akarnya yang kokoh mencengkram kuat ke tanah.

Daunnya melambai ditiup angin, menjadi pemandangan indah sepanjang hari. Sebagian besar nipah itu terbiar begitu saja di sepanjang Sungai Siput, muara Sungai Siak Kecil hingga garis pantai. Tak kurang seluas 100 hektare nipah hidup di sepanjang pesisir timur Riau itu.

Dalam tradisi masyarakat lokal, termasuk di Lubuk Muda, nipah (nypa fruticans) digunakan sebagai bahan baku bernilai ekonomis yang terbatas. Daunnya dapat digunakan untuk bahan membuat rokok tradisional hingga atap rumah seperti atap rumbia.

Sementara niranya kerap dipakai untuk membuat air nira yang manis, asam hingga semacam madu yang kental. Nipah juga punya nilai konservasi yang tinggi karena mampu menjaga abrasi pantai.

Sebagai salah satu jenis mangrove, nipah dikenal sebagai penjaga pantai yang handal. Di Indonesia, terdapat potensi nipah yang luar biasa. Sedikitnya ada 1,35 juta hektare nipah dari luas mangrove di Indonesia yang saat ini mencapai 4,5 juta hektare.

Artinya, nyaris sepertiga mangrove Indonesia terdiri dari nipah. Potensi yang sangat besar jika dimanfaatkan secara maksimal.

Peneliti dari Balitbang Bengkalis, Sopyan Hadi menemukan potensi nipah yang jauh lebih komplit. Di Desa Lubuk Muda, tempatnya berasal, kini dia telah membuat peralatan teknologi tepat guna bio etanol berbahan baku nipah.

Tak hanya satu, melainkan dua. Satu produksinya sendiri, satu lagi bantuan dari pemerintah. Mini plan bantuan pemerintah pusat lebih banyak digunakan untuk penelitian, sebagai alat untuk prototipe, yang dapat memproduksi bio etanol kadar rendah. Kapasitasnya 200 liter perhari.

Kendati lebih komplit dan besar, mini plan ini belum bisa menghasilkan bahan bakar untuk substitusi BBM sekelas premium atau pertamax. Sedangkan alat teknologi tepat guna karya Sopyan sendiri memiliki kemampuan lebih baik.

Peralatan ini sudah dapat menghasilkan bio etanol sekelas premium, bahkan pertamax plus.

Ada tiga unit peralatan untuk destilasi dan dua unit untuk pemurni atau dehidrasi. Peralatan sederhana, dengan skala dan modal kecil ini, produksinya dapat lebih banyak, yakni hingga 400 liter bio etanol perhari.

Sopyan Hadi menyebutkan, penelitiannya tentang nipah sudah dilakukan sejak tahun 2008 lalu. Ketika itu, dia masih menjadi peneliti di Rokanhilir. Dia membuat semacam laboratorium kecil di belakang rumahnya untuk mengembangkan produk nipah ini. Hasilnya fantastis.

Kini, bibit-bibit bensin dari nipah yang terbiar di sepanjang pesisir pantai itu telah benar-benar menjadi bahan bakar yang efektif. Ada beberapa tahapan dan hasil yang dicapai dalam proses panjang penelitiannya ini.

Tahapan pengolahan awalnya dapat difungsikan sebagai minyak tanah atau gas untuk memasak. Tahapan berikutnya, dengan nira nipah yang sama, dihasilkan bahan setara dengan premium. Tingkatan tertingginya setara dengan pertamax plus dengan oktan 95.

‘’Bahkan bisa dikatakan lebih baik dari pertamax plus,’’ ujar Sopyan Hadi kepada Riau Pos, Rabu (28/2) lalu.

Sopyan Hadi menyebutkan, nira yang dihasilkan nipah mengandung kadar gula yang tinggi.

Di dalamnya juga ada susunan sukrosa. Hasil fermentasi dari bahan tersebut dengan menggunakan mikrobiologi adalah faktor yang baik untuk menghasilkan bio etanol atau bahan bakar dari nabati. Sebenarnya tak hanya nipah yang dapat dikembangkan sebagai bio etanol.

Setiap tumbuhan yang mengandung unsur gula dan pati, memiliki potensi yang baik untuk dijadikan bio etanol. Jagung, singkong (ubi kayu), sorgum, dan tebu adalah sejumlah bahan baku bio etanol yang terbukti dapat dimanfaatkan.

Seperti bahan baku lainnya, setiap bahan baku ini memiliki nilai plus dan minus.

‘’Tapi nipah termasuk yang paling tinggi plusnya dibanding minusnya dari pada bahan baku lainnya,’’ ujar Sopyan.

Salah satu keunggulan nipah adalah bahan baku ini bukan berasal dari komoditi tanaman pangan pokok.

Beberapa bahan baku bio etanol seperti tebu, jagung dan singkong adalah bahan makanan pokok yang ke depan akan mengganggu ketahanan pangan dan menimbulkan krisis pangan. Menggunakannya dalam jumlah besar untuk produksi energi tentu saja dapat membuat rawan pangan.

Tapi tidak dengan nipah, yang bukan merupakan makanan pokok. Mengambil niranya juga tidak akan merusak pohonnya sama sekali. Konsep ini pula yang mengantarkan Sopyan Hadi meraih penghargaan World Biofuel Award 2010 di Belanda.

Sebab, peneliti dari belahan dunia lain, seperti Amerika dan Brasil, ternyata menggunakan bahan baku dari tebu atau jagung. Beberapa peneliti Indonesia menggunakan singkong dan sorgum.

Peraih Setia Lestari Bumi 2009, dan Kehati Award Bidang Lingkungan 2009 karena kepeduliannya melestarikan penyu dan nipah ini mengungkapkan bahwa nipah juga tak memerlukan biaya ekonomis tinggi.

Mangrove yang setia menjaga garis pantai dari abrasi ini dapat tumbuh dengan baik di sepanjang pantai. Tidak perlu perawatan khusus. Nipah bisa dikembangbiakkan dan tumbuh dengan mudah.

Mengambil niranya juga tidak dengan menebangnya. Nira nipah diambil sama dengan mengambil nira enau atau sejenisnya.

‘’Jadi tanamannya tetap terjaga dan hidup dengan baik. Sama sekali tidak merusak lingkungan atau menyebabkan pantai kehilangan mangrove-nya saat nipah kita manfaatkan,’’ ujar Sopyan Hadi.

Berawal dari laboratorium kecil di belakang rumahnya, Sopyan Hadi kemudian bergerak memenuhi obsesinya. Awalnya dia melakukan uji coba sendiri dan mendapatkan bio etanol dari nira berkadar rendah.

Saat diuji coba pada api, ternyata hidup. Dari serangkaian uji coba itu, kemudian dia berlanjut hingga akhirnya mendirikan peralatan teknologi tepat guna. Tapi tentu semua tak berjalan mudah.

Awalnya, Sopyan bahkan sempat disebut gila karena rangkaian uji cobanya ini. Tapi dia tak putus asa, bahkan mengajak dua hingga tiga orang warga untuk turut serta dalam program ini.

Awalnya banyak pemuda tempatan yang enggan, karena hasil yang tak jelas. Namun ketika hasil uji coba ini bisa menghidupkan kompor, mulai ada yang tertarik.

Sekarang peneliti yang hampir menyelesaikan S3 tersebut untuk tahap pertama, sedang mempersiapkan bio etanol nipah berkualitas fuel grade untuk dijadikan substitusi menjadi bio premium nipah beroktan setara pertamax plus yaitu 95.

Ini akan disosialisasikan ke pengguna yang mau menguji ke kendaraannya. Bupati Bengkalis, Ir Herliyan Saleh MSc pun mendukung rencana ini. Tahap kedua, pihaknya akan mensosialisasikan bio etanol nipah setara minyak tanah atau bio kerosin pada kompor bio etanol yang apinya hampir setara kompor gas.

Upaya ini merupakan langkah konkret Kabupaten Bengkalis untuk mengurangi secara bertahap terhadap ketergantungan bahan bakar fosil.

‘’Produksi sementara saat ini untuk satu hari bisa mencapai satu jerigen bio etanol kadar FGE untuk satu orang. Tapi jumlah ini fluktuatif, tergantung nira yang didapat,’’ ujar Sopyan.

Sedikitnya sekarang Sopyan dibantu 12 pemuda tempatan untuk mencari nira nipah. Sopyan membeli nira nipah itu seharga Rp1500 perliter. Sedangkan yang membantunya di peralatan teknologi tepat guna miliknya hanya dua orang. Diperlukan keahlian khusus, baik pencari nira maupun pengolahnya.

Mendapatkan nira nipah yang kemudian menghasilkan bio etanol, ternyata gampang-gampang susah. Nipah tak bisa ditoreh begitu saja tanpa ada keterampilan yang baik.

Setelah sebuah tandan nipah dipotong, maka harus ada perawatan, minimal secara tradisional. Tandan nipah harus diiris bawang (diiris tipis) agar tak melukainya secara keseluruhan.

Untuk mengeluarkan niranya, nipah diberi sentuhan yang baik. Dulu, secara tradisional bahkan dinyanyikan sambil berayun-ayun. Kadang sedikit dipukul lebam agar niranya mengalir lancar.

‘’Kalau sekarang sudah pakai teknologi vakum. Namun demikian, pohon nipahnya harus diperlakukan dengan baik agar niranya keluar lancar,’’ ujar Sopyan.

Nira yang didapat dari tandan itu kemudian dikumpulkan. Biasanya, rendemennya 10-12 persen dari bahan baku. Artinya dari 10-12 liter nira, setelah diolah akan menjadi 1 liter bio etanol murni.

Dalam sehari, seorang bisa mendapatkan satu jerigen atau sekitar 30 liter nira. Tapi itu belum maksimal, karena masih bisa ditargetkan 1 orang menghasilkan 100 tandan nira atau 100 liter perhari. Satu tandan nipah biasanya bisa menghasilkan satu liter nira, bahkan lebih.

‘’Jadi kalau sudah bisa menghasilkan 100 liter nira, target kita per orang bisa menghasilkan 10 liter bio etanol perhari,’’ ujar Sopyan.

Proses Pembuatan
Pembuatan bio etanol ini menggunakan proses mikro biologi, dengan mendiamkan bahan baku nira di wadah tertutup selama dua hingga tiga hari dengan campuran bahan kimia tertentu.

Bahan yang sudah difermentasi ini kemudian dipisahkan dari air dengan proses destilasi. Pada suhu 78 derajat Celcius, bahan ini mulai menguap dan uapnya itu kemudian dipanen menjadi bio etanol.

Bahan yang dihasilkan ini baru menghasilkan bio etanol 60-80 persen. Kandungan airnya masih ada sehingga belum menjadi bio etanol murni. Namun demikian, bio etanol 60-80 persen ini sudah bisa dipakai untuk keperluan memasak. Bio etanol 60-80 persen ini setara minyak tanah atau elpiji.

Dalam beberapa kali percobaan dan demonya, Sopyan Hadi membuat bio etanol ini untuk menghidupkan kompor gas. Bahan bakarnya disalurkan dari tabung infus ke kompor gas, yang bisa dihidup-padam-redupkan dengan mengontrol aliran infus di selangnya.

Bahannya yang tak mudah tersulut api memungkinkannya diletakkan di tabung infus yang terbuat dari plastik.

Namun demikian api yang dihasilkan tetap dapat digunakan untuk memasak, kendati kadang masih ada desisan air di antara bakaran api kompor. ‘’Memang masih ada airnya dan perlu diproses lagi,’’ ujarnya.

Dari segi kualitas api, bio etanol 60-80 persen ini berkualitas sama dengan minyak tanah, gas elpiji, bahkan solar. Dalam beberapa kali uji coba, bio etanol 60-80 persen ini dapat dipakai untuk menghidupkan genset berbahan bakar solar atau premium.

Hanya, untuk jangka waktu panjang, diperlukan modifikasi pada karburator genset yang tahan air. Sebab, bio etanol 60-80 persen ini masih mengandung air. Dalam jangka panjang, genset bisa berkarat jika tak dimodifikasi.

Untuk mengolahnya setara premium, bio etanol kadar rendah atau 60-80 persen ini harus dimasukkan ke alat dehidrasi. Tujuannya untuk menyerap air, dan memurnikan kandungan air dari bio etanol tersebut.

Sejauh ini, Sopyan sudah memproduksi alat dehidrasi ini dengan teknologi tepat guna. Dengan filter yang ada, air yang masih tersisa sudah dapat dijadikan nol atau tidak ada sama sekali.

‘’Jadi sudah setara dengan premium. Bahkan untuk tingkatan tertentu setara dengan pertamax plus,’’ ujar Sopyan.

Kualitas bio etanol murni ini bahkan lebih baik dari pada premium. Pembakarannya dinilai sangat baik. Dalam praktiknya, untuk menjadi bahan bakar kendaraan, biasanya perlu campuran 80 persen premium dengan 20 persen bio etanol murni dari nipah ini.

Sebenarnya, sebut Sopyan, bisa saja 100 persen digunakan bio etanol untuk kendaraan tertentu.

‘’Untuk penggunaannya memang masih terbatas mobil keluaran Amerika seperti jenis Ford Fiesta yang bisa menggunakan E20 yaitu 20 persen bahan bakarnya dari bie otanol. Merek-merek Jepang sepertinya belum bisa,’’ ujar Sopyan.

Sopyan sendiri kerap menggunakan bio etanol berbahan baku nipah ini untuk mobilnya. Sejauh ini, tidak ada masalah. Bahkan emisi gas buangnya jauh lebih ramah lingkungan, karena memang berasal dari tumbuhan, bukan fosil seperti halnya premium atau pertamax.

Soal harga jual, hingga saat ini belum bisa diputuskannya. Sebab, diperlukan tata niaga dan perizinan yang rumit. Belum lagi masalah administrasi yang harus dari pemerintah pusat.

Akan tetapi dari rancangannya, sesuai biaya produksi, didapatkan angka Rp7.500 hingga Rp8.000 untuk bio etanol setara minyak tanah dan Rp8.000 untuk bio premium etanol nipah setara oktan pertamax plus.

Tapi itu pun jika memang bisa dijual di SPBU. Ini beda jika dijual di kalangan sekitar, yang tak memerlukan tata niaga minyak yang khusus.

‘’Kalau untuk komersial, regulasinya belum bisa kita tembus, karena ini yang mengatur Pertamina. Saya bercita-cita suatu saat nanti bio etanol ini bisa dijual di SPBU. Kalau bisa ada satu tangki bahan bakar nabati bio premium etanol nipah percontohan di salah satu SPBU Riau ini, jadilah. Bisa kita bandingkan seluruh SPBU di Eropa dan Amerika yang telah mengedepankan penggunaan substistusi bio etanol hingga mencapai E80. Berarti negara tersebut telah menghemat sebesar 80 persen bahan bakar fosil. Tapi regulasinya belum memungkinkan untuk itu. Di daerah kita umumnya SPBU di Indonesia masih pemakai bahan bakar fosil 100 persen,’’ ujar Sopyan.

Sales Pertamina Pekanbaru, Witdoso, ketika dikonfirmasi menyebutkan, tata niaga BBM seperti bio etanol belum dikenal pihaknya. Berdasarkan UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas (Migas), Pertamina tidak sekuat dulu, yang mengatur segalanya terkait BBM. Tentang bio etanol sendiri belum ada aturan yang mengatur penyalurannya.

‘’Sebaiknya ke BPPT atau LIPI terlebih dahulu untuk diuji kelayakannya. Kami ini hanya bagian dari pemerintah. Jadi apa yang sudah disediakan pemerintah, itu yang kami salurkan. Kalau BBM yang lain, seperti dari bio etanol, sebaiknya lewat pemerintah pusat dulu,’’ ujar Witdoso.

Perlu Produksi Massal
Pakar bio teknologi dari Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI, Prof Dr Ir Enny Sudarmonowati ketika dihubungi Riau Pos secara terpisah menyebutkan, produksi bio etanol atau bio fuel secara massal sudah perlu dilakukan terutama oleh pemerintah.

Sejauh ini, ujarnya, sudah banyak yang dilakukan peneliti dan penggiat bio etanol, namun jumlahnya belum massal. Dia mengapresiasi para produsen bio etanol yang terus memproduksi bahan bakar alternatif ramah lingkungan ini, termasuk Sopyan Hadi.

Bio fuel, ujarnya, merupakan bahan bakar masa depan di Indonesia. Bahkan pada tahun 2025, ditargetkan 15 persen dari seluruh bahan bakar yang ada berasal dari bio fuel.

Semuanya berasal dari tanaman dan volumenya akan terus ditingkatkan dari waktu ke waktu. Pemerintah bahkan sudah mengeluarkan PP 5/2006, dengan target 1,48 miliar liter bensin berbahan bio fuel mulai tahun 2016 hingga tahun 2025.

‘’Semangat itu sudah ada pada pemerintah. Hanya aplikasinya belum tampak nyata. Dan ini hanya akan bisa terwujud kalau pemerintah memperhatikan dari hulu ke hilir, secara holistik dan integrated,’’ ujar Enny.

Sayangnya, perhatian untuk meningkatkan produksi bio fuel atau bio etanol ini belum begitu memadai. Beberapa tahun lalu, sekitar tahun 2007-2008, misalnya, pernah diwacanakan pembuatan bio fuel massal dengan bahan jarak pagar.

Maka petani pun mulai menanam jarak pagar dalam jumlah besar. Kenyataannya, rencana ini gagal karena pemerintah membeli jarak pagar dengan harga sangat murah dan petani merasa kecewa.

‘’Bahkan tak sedikit yang memusnahkan sendiri jarak pagarnya. Ini kan jadi sia-sia,’’ ujarnya.

Dengan harga BBM yang akan dinaikkan dalam waktu dekat, bahan bakar dari nabati tentu menjadi alternatif yang menjanjikan.

Sejak tahun 2008, ujar Enny, sebenarnya sudah ada beberapa peneliti yang memproduksi BBM nabati ini dalam skala kecil. Di Sukabumi, sudah dihasilkan bio etanol berbahan baku singkong (ubi).

Sebanyak 6,5 Kg singkong dapat diolah menjadi 1 liter bio etanol. Bahkan sudah dijual ke supir angkot dengan harga standar. Hal yang sama dipraktikkan juga di Malang, Jawa Timur dengan bahan baku tebu.

Menurutnya, jika pemerintah belum dapat memproduksi dalam jumlah besar, skala kecil perlu dihidupkan dengan konsep bio village. Pemerintah perlu terus membantu dan menstimulan penggiat bio etanol dengan membantu produksi atau kemudahan lain.

Konsep desa mandiri energi juga perlu terus digiatkan. Bio etanol dari bahan nipah menurutnya termasuk yang terbaik di generasi pertama, sama dengan jarak pagar.

Keunggulannya terletak pada bahan yang melimpah dan tidak mengganggu bahan pangan seperti halnya bio etanol dari singkong, jagung, sorgum, tebu atau sawit.

Sementara itu, Kepala Balitbang Riau, Prof Dr Ir Tengku Dahril MSc menyebutkan, pihaknya mendukung upaya yang dilakukan Sopyan Hadi dengan produksi bio etanol berbahan nipah ini. Bahkan dalam beberapa kali pameran, Balitbang Riau kerap menampilkan produksi bio etanol dari nipah ini.

‘’Kita apresiasi dan terus memfasilitasi untuk pengembangan produksinya lebih lanjut,’’ ujar Tengku Dahril.***

Sumber : http://www.riaupos.co/berita.php?act=full&id=10230&kat=3

Bio Premium E 20 dari Pohon Nipah di Pesisir Riau

Biopremium E20, Bahan Bakar Nabati dari Pesisir Riau

TEGUH PRIHATNA/ RIAU POS
MENUANGKAN BIOPREMIUM: Sopyan Hadi menuangkan biopremium, campuran bioethanol dan premium. Bioethanol merupakan bahan bakar nabati yang berasal dari fermentasi nipah

Biopremium E20, Bahan Bakar Nabati dari Pesisir Riau



Riau tampaknya tak kan pernah kehilangan pamornya sebagai negeri minyak. Setelah dulu dikenal sebagai negeri di bawah minyak di atas minyak, yakni minyak bumi dan minyak sawitnya, kini bertambah lagi sumbernya. Dari pesisir pantainya yang kaya dengan hutan manggrove nipah (Nypa fruticans Wurmb), kini telah mampu diolah menjadi bahan bakar nabati.


Laporan Andi Noviriyanti, Pekanbaru andinoviriyanti@riaupos.com


Selasa (12/4) pagi, sekitar pukul 07.00 WIB, sebuah pesan pendek (sms) sampai di telepon genggam Riau Pos. Terlihat nama pengirim Sopyan Hadi. Pagi itu dia mengabarkan sedang mengikuti Riau International Energy Expo di Hotel Labersa. Dia mewakili Provinsi Riau dan juga Indonesia untuk unjuk kebolehan tentang energi ramah lingkungan. Dalam dua tahun terakhir dia berhasil meneliti dan mengembangkan pembuatan biopremium dari nira pohon nipah.

Pagi itu, lanjutnya, ia akan uji coba biopremium itu dengan menggunakan mobil. Untuk itulah, ia meminta Riau Pos ikut menyaksikan bagaimana bahan bakar nabati itu bisa berfungsi. Bahkan memberikan banyak keuntungan bagi lingkungan.

Bagi Riau Pos, Sopyan Hadi, bukanlah aktor baru di bidang lingkungan. Pria 36 tahun dan berstatus pegawai negeri ini adalah penerima Setia Lestari Bumi dan Kehati Award. Riau Pos telah beberapa kali meliput aksinya. Terutama kegiatannya dalam mempelopori konservasi penyu hijau di Pulau Jemur. Setelah kegiatan itu berhasil dan kini ditangani oleh Pemerintah
Daerah Rokan Hilir, ia melanjutkan perjuangan lingkungan di bidang energi terbarukan.

Dengan background itulah, Riau Pos akhirnya siang itu menemuinya di arena pameran.
Di sebuah stand, Riau Pos melihat sebuah mobil khas kota berwarna merah bata, keluaran Ford. Tertulis di mobil itu Biopremium E20. Lalu di sisi sampingnya ada sebuah meja dengan lima buah botol yang menjadi pajangan. Tertulis di masing-masing botol, biopertamax, biokerosin, biopremium, ethanol, dan nira nipah fermentasi.

Usai mengamati itu, Sopyan Hadi datang. Ternyata ia baru selesai menyantap makan siang dengan agak terburu-buru karena kedatangan Riau Pos. Pertemuan siang itu seperti reuni saja bagi Riau Pos. Pasalnya pria yang dulu bertugas di Kabupaten Rokan Hilir dan kini di Kabupaten Bengkalis hanya kerap bisa dihubungi lewat telepon seluler.

Lalu mulailah ia bercerita, bahwa pengembangan biopremium E20 yang dilakukannya saat ini dimulai dengan keprihatinnya terhadap kawasan pesisir Riau. Di kawasan pesisir Riau seringkali kesulitan bahan bakar. Selanjutnya, banyak bibir pantai di Riau yang sudah gundul sehingga terkena abrasi. Upaya konservasi dengan menanam pohon tanpa nilai tambah, kerap tak berhasil. Namun dengan adanya biopremium ini, semua itu akan dapat diatasi. Pasalnya masyarakat akan mau menanam nipah, yang tidak saja penting untuk menjaga bibir pantai dan mengurangi pemanasan global, tetapi juga meningkatkan tarap hidup masyarakat.

“Ibu-ibu bisa bekerja sebagai pengambil nira. Nira dari nipah tidak tinggi dan perlu dipanjat. Cara kerjanya cukup gampang. Nira itulah yang dijual kemudian diolah menjadi bahan bakar,” jelas Sopyan.

Biopremium E20, menurutnya belumlah murni dapat digunakan sebagai bahan bakar satu-satunya. Mengingat belum ada kendaraan yang khusus di desain untuk kendaraan ramah lingkungan dengan nilai oktan yang tinggi. Setakat ini, baru bisa digunakan dengan komposisi 20 persen ethanol dan 80 persen premium. Itu makanya disebut Biopremium E20.
Meski maksimal baru 20 persen, namun itu cukup bisa menghemat sekitar 20 persen menggunaan bahan bakar fosil.

Apalagi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI Darwin Zahedy Saleh, pada kegiatan ekspo itu mengungkapkan bahwa bahan bakar fosil di Indonesia termasuk di Riau tinggal untuk 23 tahun lagi. Jadi diperlukan upaya untuk mencari sumber energi alternatif baru.
Selain itu yang juga menarik dari nipah yang digunakan sebagai sumber energi terbaru adalah tidak bersaing dalam memenuhi kebutuhan pangan. Berbeda dengan negara-negara lainnya yang mengembangkan biofuel dengan tanaman pangan jagung (Amerika) dan tebu (Brazil).

“Nipah selama ini tak dimanfaatkan. Padahal ia tumbuh subur di bibir pantai di Riau seperti Inhil, Semenanjung Kampar, Bengkalis, Dumai dan Rohil. Pemanfaatannya selama ini paling-paling hanya digunakan daunnya untuk atap. Namun itupun sekarang tidak populer lagi,” papar magister teknik ini.

Dengan kondisi seperti itu, pemanfaatan nira nipah untuk menjadi bahan bakar jadi bermanfaat. Apalagi untuk mengambil nira tersebut, tanamannya tidak perlu ditebang, seperti tebu dan jagung. Ia dapat terus tumbuh dan berkembang sehingga tidak ada penggundulan.
“Inilah energi yang benar-benar berkelanjutan,” imbuhnya. Itu pulalah yang mengantar pria ini, beberapa waktu lalu, menjadi pemenang ke empat dalam presentasi tentang energi terbarukan di Belanda.

Sopyan Hadi kemudian juga bercerita bahwa bahan bakar alternatifnya itu tidak saja bisa digunakan bagi campuran premium. Tetapi juga untuk menjadi pengganti minyak tanah bahkan avtur. Bahkan untuk pengganti minyak tanah dia menyebutkan lebih ramah lingkungan. Itu ditunjukkannya dari hasil sisa pembakaran dan warna api yang dihasilkan. Warna apinya hampir merata membiru.

Dia juga menyebutkan bahwa penggunaan bahan bakar nabatinya sebagai campuran itu, juga mengurangi jumlah emisi.
Gas buangan dari biopremium hanya menghasilkan 28 ppm hidrogen karbon (HC) dan 9,9 persen karbon dioksida (CO2). Sementara yang dari premium menghasilkan 41 ppm HC dan 17,4 persen CO2.

“Dengan bahan bakar ini, pencemaran udara juga berkurang. Knalpotnya juga harum nipah,” ujarnya di sela-sela kegiatan Riau Pos mencoba mobil berbahan bakar biopremium tersebut.
Mengenai sistem pengelolaannya, Sopyan menjelaskan cukup sederhana. Dimulai dengan mengambil nira dari beberapa tangkai bunga nipah. Tangkai itu dipotong, lalu cairan di dalamnya (nira) disedot dengan sistem vakum.

Setelah mendapatkan cairan tandan nipah, kemudian di dilakukan proses fermentasi. Proses pengelolaan untuk menjadi bahan bakar masa depan ini hanya butuh waktu sekitar setengah jam. “Yang lama justru untuk mengumpulkan nira nipah,” imbuhnya.
Cita-cita pria ini untuk menjadikan Riau sebagai penghasil bahan bakar nabati ini tak kan pernah berkembang pesat dan menjadi andalan jika tidak didukung oleh pemerintah. Semoga pemimpin di negeri kaya ini segera bertindak.***

Sumber : http://greenstudentjournalists.blogspot.com/2011/04/biopremium-e20-bahan-bakar-nabati-dari.html#more

Penelitian Proses Pembuatan Sirup Nira Nipah (Nypa fruiticans Wurmb)

Title: Pengaruh Penggunaan PAC (Polialumunium Clorida) Pada Proses Pembuatan Sirup Nira Nipah (Nypa Fruiticans Wurmb)
Authors: Dra . Nirwana, MT, Drs. Irdoni HS., MS
Efilin Marlina
Keywords: Sirup
Nira Nipah
Warna
Issue Date: 2009
Publisher: Fakultas Teknik Universitas Riau
Abstract: Sirup gula nipah merupakan larutan yang mengandung sukrosa dalam kemurnian yang tinggi. Sirup gula nira nipah disamping mengandung sukrosa juga terdapat campuran fruktosa dan glukosa. Secara umum sirup gula nipah ini dapat digunakan sebagai alternative pengganti penggunaan gula dalam bentuk kristal. Penelitian yang akan dilakukan ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh penggunaan PAC (Polialumunium Clorida) pada proses pembuatan sirup nira nipah (Nypa fruiticans Wurmb) dalam rangka memanfaatkan nira nipah sebagai salah satu sumber pemanis. Hasil penelitian menunjukan bahwa PAC, dapat dikembangkan sebagai alternative dalam pemurnian nira nipah dan komposisi optimal Polialumunium klorida (PAC) yang optimal 1% pada CaOH 5%. Pada proses dekalorisasi hasil yang terbaik dimana mengunakan karbon aktif yang selanjutnya ditambahkan resin dengan hasil sebesar 53%. Produk akhir berupa sirup gula nira nipah dengan kondisi brix 60, pH 5.8-6.6 Nilai warna 53% dan disimpan dalam waktu 4 minggu.
URI: http://repository.eng.unri.ac.id:8080/jspui/handle/123456789/176

Sumber : http://repository.eng.unri.ac.id:8080/jspui/handle/123456789/176

Berkah Nipah yang Berlimpah

tanaman nipah


Berkah Nipah yang Berlimpah

Penulis: Adi Mustika di Yogyakarta


Nipah sering dianggap tanaman liar. Maka, ketika orang membuka tambak, gerombolan tanaman ini akan menjadi korban pertama yang digusur. Padahal, ia membawa banyak berkah.

Salah satu manfaat nipah, ia menjadi benteng bagi air tawar terhadap air laut. Makanya, jangan jengah kalau melihat merekamejeng di tepi pantai menghalangi pandangan mata saat Matahari mau terbit atau tenggelam. Lenyapnya rumpun nipah bisa membahayakan daratan. Ancaman abrasi dan kerusakan tanah mudah terjadi karena tidak ada yang membentengi lagi. Akar nipah yang kuat dan rapat mampu menahan gempuran ombak laut sehingga mencegah terjadinya erosi daratan oleh air laut.

Sebagai tumbuhan mangrove, nipah punya fungsi ekologis penting lainnya. Hutan nipah merupakan habitat dan tempat berkembang biak bagi satwa liar seperti ikan, udang, burung, monyet, juga bekantan.

Sudah banyak bukti kalau kerusakan mangrove menimbulkan kerugian semata. Sayangnya, banyak warga masyarakat kurang menghargai dan kurang peduli pada keberadaan hutan nipah. Mungkin karena belum mengenal banyak mengenal?

Bernilai ekonomis


putik dan benang sari

Meski termasuk keluarga palem-paleman, jangan membayangkan ia seperti palem pada umumnya. Sosoknya seperti tidak berbatang, padahal sebenarnya berbatang juga. Memang batangnya hanya berupa rimpang mendatar berdiameter sekitar 30 cm, itu pun terbenam di lumpur. Yang kelihatan di permukaan cuma daun-daunnya. Ukuran daun dan tangkainya cukup besar, antara 6 – 8 m panjangnya.

Tanaman ini hidup di rawa air payau dan di depan muara sungai, sehingga dikenal pula sebagai palem mangrove. Dari fosil serbuk sari yang pernah ditemukan, nipah diperkirakan mulai menghuni Bumi sejak 69 juta tahun lalu. Nipah memang termasuk salah satu tanaman berbunga (angiosperm) tertua dan mungkin spesies tertua di kalangan palem-paleman.

Nama ilmiahnya Nypa fruticans. Tumbuhan monokotil ini masuk dalam famili Palmaealias Arecaceae dan subfamili Nypoideae. Dalam subfamili Nypoideae, nipah hidup sebatang kara. Ia satu-satunya anggota dalam subfamili itu. Tidak ada yang lain.

Di beberapa daerah pohon nipah dikenal dengan nama yang sama. Tetapi ada juga daerah-daerah lain yang memberi nama berbeda. Misalnya, di Aceh diberi nama bak nipah, di Biak mansinyas, di Mimika dijuluki kopere, suku Marind di Merauke memberi nama tamu.

Pohon nipah tersebar di negara-negara India, Myanmar, Thailand, Malaysia, Indonesia, Phillipina, Kepulauan Ryukyu, Papua, kepulauan Solomon, dan Australia bagian utara. Nipah berkembang biak secara generatif dengan bijinya. Bisa juga secara vegetatif dengan anakan yang tumbuh dari rimpang sehingga akan membentuk rumpun nipah yang cukup lebat dan agak sulit ditembus. Di Papua Nugini dikenal perbanyakan dengan istilah metode “lubang dan parit”, yakni dengan membenamkan buah ke lubang sedalam 10 – 20 cm di sepanjang parit irigasi.

Bunga pertama muncul sekitar 3 – 4 tahun setelah pertunasan. Nipah perlu jasa lalat untuk membantu penyerbukan. Dalam kelompok nipah dewasa, ada sekitar seperempat sampai setengah pohon palem yang berbunga dan berbuah, dengan tempat yang acak. Buahnya sendiri masak setelah 5 – 9 bulan.

Enak selagi muda


bunga nipah masih muda

Bunga nipah berupa mayang yang muncul di ketiak daun, berbentuk seperti tongkol, bagian pangkalnya berwarna sedikit jingga. Panjang mayang itu dapat mencapai sekitar 1,2 m. Bunga pada cabang utama mayang atau di bagian ujung mayang biasanya berkelamin betina, sedangkan yang muncul pada sumbu lateralnya berkelamin jantan. Seperti pada kebanyakan palem lain, nipah pun dapat disadap menghasilkan nira, sejak berbunga.

Di beberapa daerah cara menyadap nipah adalah dengan memotong ibu tangkai bunganya, ketika buah baru terbentuk. Lalu setiap hari diiris dan niranya ditampung. Jika terdapat dua mayang, biasanya salah satu dipotong dan dibuang, dan yang tertinggal itulah yang disadap. Setiap mayang bunga dapat menghasilkan nira kira-kira 600 ml per hari. Menurut perkiraan, satu pohon nipah dapat disadap hingga 50 tahun. Jadi, selama itu satu pohon nipah dapat menghasilkan 10.950 l nira.


buah nipah

Rasanya memang tidak semanis nira kelapa, tetapi dapat juga dibuat gula. Di saat urusan gula tebu sedang runyam seperti tahun-tahun terakhir ini, nira bisa dijadikan alternatif gula sehingga kita tidak perlu mengimpor gula. Selain dibuat gula merah, nira dari nipah dapat pula diproses menjadi alkohol, cuka, penyedap makanan, atau kecap.

Negeri kita dikaruniai hutan nipah yang sangat luas, sehingga mestinya potensinya tidak dapat diabaikan begitu saja. Pemanfaatan nira pohon ini tentu dapat memberi nilai tambah bagi masyarakat yang ada di sekitar hutan nipah.

Di beberapa daerah memang dijumpai orang yang menyadap nira nipah, tetapi jumlahnya tidak banyak. Di Papua juga bisa ditemui orang menyadap nira nipah. Biasanya tidak untuk dibikin gula, melainkan saguer, minuman beralkohol hasil fermentasi nira. Saguer dari nipah terasa lebih keras ketimbang saguer kelapa. Barangkali lantaran kandungan alkohol saguer nipah lebih tinggi.

Buah nipah tergolong buah batu. Bentuknya bulat telur dan bersisik. Diameternya 27 – 40 cm, sebesar buah sarangan. Buah yang belum tua dapat diambil bijinya. Biji yang warnanya putih itu bisa dijadikan kolang-kaling seperti biji buah aren. Jika masih muda, buahnya enak dimakan seperti biji siwalan atau kelapa muda. Tidak begitu manis dan agak lebih berair, tetapi enak. Sebaliknya, jika sudah tua, bijinya menjadi keras.

Obat antiherpes
Bangsa palem-paleman sudah lama dikenal punya banyak nilai ekonomis. Di beberapa daerah daunnya dianyam sebagai atap kajang. Bisa juga dibuat tikar kajang, keranjang, topi, payung dan barang anyaman lainnya. Untuk itu dipilih daun yang cukup tua. Dulu sebelum kertas populer, menurut cerita orang di Sumatera, janurnya (daun muda) dapat dipakai untuk membungkus tembakau atau penggulung rokok setelah diolah secara khusus. Lidinya dibuat sapu atau bubu untuk menangkap ikan.

Beberapa bagian pohon nipah rupanya juga menyimpan bahan untuk dijadikan obat alternatif. Misalnya, jus tunas mudanya bisa untuk mengobati herpes. Abu dari bakaran pohon nipah bisa untuk mengobati sakit gigi atau sakit kepala. Manfaat lainnya, sebagai bahan pengekstrak garam.

Meski kokoh tegak sebagai benteng, ada saja binatang yang suka mengganggu. Di Papua Nugini musuhnya tikus, sementara di utara Kalimantan seterunya babi dan monyet. Binatang-binatang itu mengincar tangkai bunganya. Di Malaysia nipah suka diganggu kumbang penggerek.

Namun, musuh yang paling besar dan ditakuti pohon nipah tidak lain kita, manusia. Setelah laut dengan leluasa menjarah daratan, mungkin kita baru menyadari kegunaannya!

sumber: Majalah INTISARI—April 2006

Sumber unduhan : adimust.8m.com/nipah.html


KOLAK BUAH NIPAH

KOLAK BUAH NIPAH

Di Pantai Timur Sumatera Utara (Langkat-Deli Serdang) pada bulan puasa ramadhan, masyareakat memanfaatkan buah nipah muda sebagai bahan baku makanan kolak. Proses pembuatannya cuykup mudah, yakni : buah nipa muda dikupas dan diambil daging buahnya,

Selanjutnya siap untuk dimasak (dimasukkan) kedalam adonan kolak (air, gula, santan)
Pemanfaatan nipah yang dilakukan oleh masyarakat hingga saat ini yang dijalankan hanya dimanfaatkan sebagai atap daun saja. Pemanfaatan untuk garam, gula nipah, anyaman dan manisan belum dilakukan. Padahal semua jenis pemanfaatan tersebut merupakan prospek atau bisa menunjang kebutuhan, baik ekonomi rumah tangga maupun industri kecil rumah tangga.

Hanya saja masyarakat belum mengetahui cara memanfaatkan sehingga hal tersebut merupakan kendala. Maka dalam hal ini diperlukan adanya pembinaan/penyuluhan/bimbingan mengenai pemanfaatan nipah, yang pada suatu saat merupakan komoditi yang bersifat tradisional, bisa dioleh dengan cara modern dan menimbulkan daya tarik konsumen (permintaan pasar), dengan harga yang sesuai.

Berkah Nipah yang Berlimpah

Berkah Nipah yang Berlimpah

Penulis: Adi Mustika di Yogyakarta


tanaman nipah

Nipah sering dianggap tanaman liar. Maka, ketika orang membuka tambak, gerombolan tanaman ini akan menjadi korban pertama yang digusur. Padahal, ia membawa banyak berkah.

Salah satu manfaat nipah, ia menjadi benteng bagi air tawar terhadap air laut. Makanya, jangan jengah kalau melihat merekamejeng di tepi pantai menghalangi pandangan mata saat Matahari mau terbit atau tenggelam. Lenyapnya rumpun nipah bisa membahayakan daratan. Ancaman abrasi dan kerusakan tanah mudah terjadi karena tidak ada yang membentengi lagi. Akar nipah yang kuat dan rapat mampu menahan gempuran ombak laut sehingga mencegah terjadinya erosi daratan oleh air laut.

Sebagai tumbuhan mangrove, nipah punya fungsi ekologis penting lainnya. Hutan nipah merupakan habitat dan tempat berkembang biak bagi satwa liar seperti ikan, udang, burung, monyet, juga bekantan.

Sudah banyak bukti kalau kerusakan mangrove menimbulkan kerugian semata. Sayangnya, banyak warga masyarakat kurang menghargai dan kurang peduli pada keberadaan hutan nipah. Mungkin karena belum mengenal banyak mengenal?

Bernilai ekonomis


putik dan benang sari

Meski termasuk keluarga palem-paleman, jangan membayangkan ia seperti palem pada umumnya. Sosoknya seperti tidak berbatang, padahal sebenarnya berbatang juga. Memang batangnya hanya berupa rimpang mendatar berdiameter sekitar 30 cm, itu pun terbenam di lumpur. Yang kelihatan di permukaan cuma daun-daunnya. Ukuran daun dan tangkainya cukup besar, antara 6 – 8 m panjangnya.

Tanaman ini hidup di rawa air payau dan di depan muara sungai, sehingga dikenal pula sebagai palem mangrove. Dari fosil serbuk sari yang pernah ditemukan, nipah diperkirakan mulai menghuni Bumi sejak 69 juta tahun lalu. Nipah memang termasuk salah satu tanaman berbunga (angiosperm) tertua dan mungkin spesies tertua di kalangan palem-paleman.

Nama ilmiahnya Nypa fruticans. Tumbuhan monokotil ini masuk dalam famili Palmaealias Arecaceae dan subfamili Nypoideae. Dalam subfamili Nypoideae, nipah hidup sebatang kara. Ia satu-satunya anggota dalam subfamili itu. Tidak ada yang lain.

Di beberapa daerah pohon nipah dikenal dengan nama yang sama. Tetapi ada juga daerah-daerah lain yang memberi nama berbeda. Misalnya, di Aceh diberi nama bak nipah, di Biak mansinyas, di Mimika dijuluki kopere, suku Marind di Merauke memberi nama tamu.

Pohon nipah tersebar di negara-negara India, Myanmar, Thailand, Malaysia, Indonesia, Phillipina, Kepulauan Ryukyu, Papua, kepulauan Solomon, dan Australia bagian utara. Nipah berkembang biak secara generatif dengan bijinya. Bisa juga secara vegetatif dengan anakan yang tumbuh dari rimpang sehingga akan membentuk rumpun nipah yang cukup lebat dan agak sulit ditembus. Di Papua Nugini dikenal perbanyakan dengan istilah metode “lubang dan parit”, yakni dengan membenamkan buah ke lubang sedalam 10 – 20 cm di sepanjang parit irigasi.

Bunga pertama muncul sekitar 3 – 4 tahun setelah pertunasan. Nipah perlu jasa lalat untuk membantu penyerbukan. Dalam kelompok nipah dewasa, ada sekitar seperempat sampai setengah pohon palem yang berbunga dan berbuah, dengan tempat yang acak. Buahnya sendiri masak setelah 5 – 9 bulan.

Enak selagi muda


bunga nipah masih muda

Bunga nipah berupa mayang yang muncul di ketiak daun, berbentuk seperti tongkol, bagian pangkalnya berwarna sedikit jingga. Panjang mayang itu dapat mencapai sekitar 1,2 m. Bunga pada cabang utama mayang atau di bagian ujung mayang biasanya berkelamin betina, sedangkan yang muncul pada sumbu lateralnya berkelamin jantan. Seperti pada kebanyakan palem lain, nipah pun dapat disadap menghasilkan nira, sejak berbunga.

Di beberapa daerah cara menyadap nipah adalah dengan memotong ibu tangkai bunganya, ketika buah baru terbentuk. Lalu setiap hari diiris dan niranya ditampung. Jika terdapat dua mayang, biasanya salah satu dipotong dan dibuang, dan yang tertinggal itulah yang disadap. Setiap mayang bunga dapat menghasilkan nira kira-kira 600 ml per hari. Menurut perkiraan, satu pohon nipah dapat disadap hingga 50 tahun. Jadi, selama itu satu pohon nipah dapat menghasilkan 10.950 l nira.


buah nipah

Rasanya memang tidak semanis nira kelapa, tetapi dapat juga dibuat gula. Di saat urusan gula tebu sedang runyam seperti tahun-tahun terakhir ini, nira bisa dijadikan alternatif gula sehingga kita tidak perlu mengimpor gula. Selain dibuat gula merah, nira dari nipah dapat pula diproses menjadi alkohol, cuka, penyedap makanan, atau kecap.

Negeri kita dikaruniai hutan nipah yang sangat luas, sehingga mestinya potensinya tidak dapat diabaikan begitu saja. Pemanfaatan nira pohon ini tentu dapat memberi nilai tambah bagi masyarakat yang ada di sekitar hutan nipah.

Di beberapa daerah memang dijumpai orang yang menyadap nira nipah, tetapi jumlahnya tidak banyak. Di Papua juga bisa ditemui orang menyadap nira nipah. Biasanya tidak untuk dibikin gula, melainkan saguer, minuman beralkohol hasil fermentasi nira. Saguer dari nipah terasa lebih keras ketimbang saguer kelapa. Barangkali lantaran kandungan alkohol saguer nipah lebih tinggi.

Buah nipah tergolong buah batu. Bentuknya bulat telur dan bersisik. Diameternya 27 – 40 cm, sebesar buah sarangan. Buah yang belum tua dapat diambil bijinya. Biji yang warnanya putih itu bisa dijadikan kolang-kaling seperti biji buah aren. Jika masih muda, buahnya enak dimakan seperti biji siwalan atau kelapa muda. Tidak begitu manis dan agak lebih berair, tetapi enak. Sebaliknya, jika sudah tua, bijinya menjadi keras.

Obat antiherpes
Bangsa palem-paleman sudah lama dikenal punya banyak nilai ekonomis. Di beberapa daerah daunnya dianyam sebagai atap kajang. Bisa juga dibuat tikar kajang, keranjang, topi, payung dan barang anyaman lainnya. Untuk itu dipilih daun yang cukup tua. Dulu sebelum kertas populer, menurut cerita orang di Sumatera, janurnya (daun muda) dapat dipakai untuk membungkus tembakau atau penggulung rokok setelah diolah secara khusus. Lidinya dibuat sapu atau bubu untuk menangkap ikan.

Beberapa bagian pohon nipah rupanya juga menyimpan bahan untuk dijadikan obat alternatif. Misalnya, jus tunas mudanya bisa untuk mengobati herpes. Abu dari bakaran pohon nipah bisa untuk mengobati sakit gigi atau sakit kepala. Manfaat lainnya, sebagai bahan pengekstrak garam.

Meski kokoh tegak sebagai benteng, ada saja binatang yang suka mengganggu. Di Papua Nugini musuhnya tikus, sementara di utara Kalimantan seterunya babi dan monyet. Binatang-binatang itu mengincar tangkai bunganya. Di Malaysia nipah suka diganggu kumbang penggerek.

Namun, musuh yang paling besar dan ditakuti pohon nipah tidak lain kita, manusia. Setelah laut dengan leluasa menjarah daratan, mungkin kita baru menyadari kegunaannya!

sumber: Majalah INTISARI—April 2006

Sumber : http://adimust.8m.com/nipah.html

Nipah, Si manis dari rawa-rawa

Si manis dari rawa-rawa

SWASEMBADA, beras atau swasembada gula?

Inilah pilihan sulit buat negeri ini. Mempertahankan swasembada beras, dengan memperluas areal tanam padi, bisa berakibat menciutnya lahan tanam tebu. Sebaliknya, memperluas areal tebu bisa-bisa menggoyahkan swasembada beras. Kenyataannya, kini tebu semakin terdesak oleh adi. Dengan areal tanam tebu yang tinggal 340 ribu hektar, Indonesia tahun ini merencanakan mengimpor 300 ribu ton gula untuk menutupi kebutuhan dalam negeri.

Kabarnya, jumlah ini akan meningkat tahun-tahun mendatang. Tapi dua pekan lalu, dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) di Pasuruan, Jawa Timur, ada terobosan baru untuk mengatasi meningkatnya: angka impor gula Indonesia itu.Yaitu, ditemukannya kadar gula yang cukup tinggi dalam tanaman liar nipah (Nypa frrticans).

Rendemen gula dalam nipah itu 10-15%. Lebih tinggi dibandingkan dengan rendemen gula dalam tebu, yang besarnya 8- 10% . Penelitian terhadap tanaman berbatang pendek, berumpun, dan bersulur rendah dekat tanah ini dilakukan tim P3GI sejak 1986. Tim yang dipimpin Dr. Tr. Boedijono Wirioatmodjo, salah satu direktur muda P3GI, meneliti tanaman nipah di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat. Sebenarnya, nipah sudah diteliti sejak jaman kolonial Belanda.

"Tapi mungkin karena terletak di pedalaman, dan penduduk tak ada di sana, penelitian itu tak dilanjutkan," ujar Boedijono.

Tanaman dari rumpun palma ini serumpun dengan kelapa, siwalan, atau enau - memang tumbuh subur di muara sungai di sepanjang pantai Kal-Bar, KalTeng, Kal-Sel, sampai Kal-Tim. Nipah juga terdapat di sepanjang pantai Sumatera dari Lampung sampai Aceh--Maluku, dan pantai Selatan Irian Jaya.

Nipah tumbuh di daerah tropis beriklim pantai. Umumnya, tanaman rawa ini dijumpai di daerah pasang surut dengan ketinggian 0-10 meter dari permukaan laut. Populasinya di seluruh Indonesia diperkirakan 7 juta hektar. Di Kal-Bar, populasi nipah bisa mencapai 8-10 ribu pohon per hektar. Pohon yang berusia 5 tahun sudah mulai bisa disadap, sampai usianya mencapai 50 tahun. Penyadapan (penderesan) nipah biasanya dilakukan di musim kemarau, saat pantai surut.

Cara menyadapnya sederhana, dengan memotong sulurnya. Setelah sulur dipotong, makanan dalam saluran makanan tak lagi bisa menghasilkan buah, tapi nira. Nira nipah segar inilah yang berkadar gula (sukrose) 10--15%, kandungan bahan organik (brix) 15-17%, kadar gula reduksi 0,2--0,5%, dan kadar abu 0,3-0,7%. Dari setiap pohon, dari setiap malai (sulur), bisa dihasilkan seliter nira.

Dengan perawatan, misalnya penjarangan pohon, satu malai bisa menghasilkan sampai 1,5 liter. Satu hektar hamparan nipah menghasilkan 72 ribu liter nira tiap enam bulan. Artinya akan didapat sekitar 140 ribu liter nira per tahun per hektar.

Dengan pengolahan tradisional - pemanasan di atas wajan dengan suhu 100 oC akan didapat gula merah. Dari 72 ribu liter nira nipah, akan didapat sekitar 10,8 ton gula merah. Dengan proses solfitasi (proses kimiawi berupa penambahan belerang), gula merah ini dapat dijadikan gula putih (gula pasir). Melalui solfitasi, 10,8 ton gula merah tadi akan menjadi sekitar 6,18 ton gula pasir.

Nira nipah itu bisa juga langsung diproses menjadi gula putih. Yaitu, melalui proses penyaringan, pengentalan, dan pemutihan seperti halnya proses tebu menjadi gula. Rendemen gula yang didapat dengan proses semacam ini adalah 10%. Atau 7,2 ton gula pasir dari 72 ribu liter nira nipah per hektar per musim panen, atau dalam nilai rupiahnya, menghasilkan Rp 2-3 juta.

Itu sebabnya, Boedijono antusias menyarankan pengelolaan nipah ini dengan sistem Perkebunan Inti Rakyat (PIR). "Saya pastikan, bisa menaikkan taraf hidup petani," kata insinyur pertanian lulusan IPB 1962 ini. Sampai sekarang baru PT Milatronika Karya Jakarta yang tertarik menanamkan modalnya membangun pabrik gula nipah di Ketapang, Kalimantan Barat. Tahun depan pabrik gula nipah pertama di Indonesia itu akan mulai berproduksi. Untuk mendukung produksinya, Milatronika mendapat hak mengelola 10 ribu hektar tanaman nipah.

Pabrik gula nipah ternyata jauh lebih murah dibandingkan pabrik gula tebu. Untuk membangun pabrik gula dengan kapasitas 4 6 ton tebu per hari, dibutuhkan Rp 140 milyar, termasuk biaya tanah dan eksploitasi. Sedangkan untuk nipah, bisa dihemat sekitar 60% dari modal. Sebab, biaya perawatan nipah yang tumbuh di hutan itu lebih murah 75% dibandingkan tebu.

Yang sangat menghemat, pabrik gula nipah tak perlu alat giling. Padahal, pembelian alat giling di pabrik tebu bisa mencapai 35% dari seluruh investasi. Agaknya, dengan berbazai hal yang menggiurkan itu, akan banyak investor mendirikan pabrik gula nira ini. Apalagi kalau pabrik gula di Ketapang sudah mulai berproduksi.

Di saat Indonesia mengimpor gula, terobosan P3GI ini tentu saja menggembirakan. "Dengan bahan pemanis nira nipah itu, kita bisa menuju swasembada gula," ujar Boedijono Wiroatmodjo optimistis. Dalam perkembangannya, ternyata nipah tak cuma potensial menghasilkan gula. Di Papua Niugini, nipah dikembangkan sebagai penghasil alkohol.

Di Brasil, nipah diteliti sebagai bahan-bahan bakar berupa gasohol. Sementara itu, di PG Madukismo Yogyakarta, sudah diteliti bahwa bensin premium dicampur 20% alkohol menghasilkan bahan bakar dengan angka pembakaran yang lebih tinggi dari bensin super. Kalau nipah bisa diproses jadi alkohol, bukankah akan lebih banyak devisa dihemat? Toriq Hadad dan M. Baharun (Biro Surabaya)

Sumber :http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/1989/08/12/ILT/mbm.19890812.ILT23314.id.html

5 Tahap Pembuatan Gula Nipah secara Tradisional




Proses pembuatan gula nipah


Proses pembuatan gula nipah diperlukan peralatan berupa tungku, bahan bakar, alat pengaduk, alat pembuang buih/kotoran, kuali besi ukuran 20 liter nira (cairan manis dari batang bunga), dan nira nipah sebanyak 20 liter (Utk ukuran 2,5-4 Kg gula merah nipah).

Proses pembuatannya terdiri dari 5 tahap.

Pertama, nira disaring, dimasukan kedalam kuali kemudian direbus sambil terus diaduk hingga temperatur 110 derajat celcius.

Kedua, buih dan sampah yang mengapung dipermukaan kuali dibuang.

Ketiga, setelah nira mengental, panas pembakaran pertahankan tetap 110 derajat celcius selama 4-5 jam.

Keempat, setelah kental benar, masukan kedalam cetakan/tempat sesuai dengan ukuran yang diinginkan.

Kelima, gula aren/nipah siap dipasarkan/dikonsumsi. (Hus).

Sumber : http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/214830

Tanaman Nipah alias Nypa fruticans Wurmb

Tanaman Nipah atau Nypa fruticans Wurmb.



Spesies : Nypa fruticans Wurmb.
Nama Inggris : Nipa palm, mangrove palm .
Nama Indonesia : Nipah
Nama Lokal : nipah, buyuk (Jawa), bobo (Maluku).
Deskripsi : Palem besar yang menjalar. Daun dalam 3-5 tangkai, tegak bergerombol di ujung, menyirip. Perbungaan soliter, tegak, tumbuh di antara daun, bercabang, berdaun gagang banyak. Buah pelok, tumbuh dari 1 karpel, padat dan bersudut tidak beraturan, piramid, coklat sampai kehitaman, eksokarp halus, mesokarp berserat, endokarp tebal dan terdiri dari unting berserat yang berjalinan. Biji membulat telur lebar, beralur menjauh, endosperma homogenus.
Distribusi/Penyebaran : Nipah merupakan salah satu angiospermae tertua dan kemungkinan besar jenis palem tertua. Fosil-fosil Eocene dan Miocene dari Eropa, Amerika Utara dan Timur Tengah dan strata Paleocene di Brasil menunjukkan bahwa nipah penyebarannya pantropis pada 13-63 juta tahun yang lalu. Saat ini utamanya dijumpai di daerah equator, melebar dari Sri Lanka ke Asia Tenggara sampai Australia Utara. Diintroduksi ke Afrika Barat di awal abad ke-20. Tegakan nipah alami terbesar dijumpai di Indonesia (700 000 ha), Papua Nugini (500 000 ha) dan Filipina (8000 ha). Keberadaan alami paling utara dari jenis ini terdapat di kepulauan Ryukyu, Jepang dan paling selatan di Australia Utara. Di Asia Tenggara, nipah juga dibudidayakan.
Habitat : Nipah adalah tumbuhan tropis. Rata-rata suhu minimum pada daerah pertumbuhannya adalah 20°C dan maksimumnya 32-35°C. Iklim optimum adalah agak lembab sampai lembab dengan curah hujan lebih dari 100 mm per bulan sepanjang tahun. Nipah tumbuh subur hanya pada lingkungan air yang asin. Jarang dijumpai langsung di pantai. Kondisi optimum adalah saat bagian dasar palem dan rimpangnya terendam air asin secara reguler.

Karena itu nipah mendiami daerah muara sungai yang masih mendapat akibat arus pasang surut dari sungai. Konsentrasi garam optimum adalah 1-9 per mil. Tanah rawa nipah berlumpur dan kaya akan endapan alluvial, tanah liat dan humus; kandungan garamnya bukan organik, kalsium, sulfur, besi dan mangaan tinggi, yang mempengaruhi aroma dan warna gelapnya. pH sekitar 5; kandungan oksigen rendah kecuali lapisan paling atas. Biasanya nipah dapat membentuk tegakan murni, tetapi di beberapa daerah tumbuh bercampur dengan pohon-pohon bakau yang lain.
Perbanyakan : Perbanyakan generatif dengan biji (buah) dan vegetatif dengan rimpang yang bercabang. Di Papua New Guinea, metode `pocket and channel` telah digunakan dengan baik untuk memperbanyak nipah. Buah ditanam langsung pada kantong plastik atau di lubang sedalam 10-20 cm sepanjang tepi kanal-kanal irigasi. Di Filipina, kecambah ditumbuhkan dulu di persemaian kemudian dipindah ke lubang-lubang. Jarak tanam 1.5-2 m, selanjutkan dijarangkan menjadi 400 tanaman per ha. Tegakan alami nipah biasanya rapat; di Papua New Guinea 2000-5000, di Filipina sampai 10 000 tanaman per ha.



Manfaat tumbuhan :
Di Asia Tenggara, terdapat tradisi lama (ratusan tahun) dalam menggunakan cairan nipah yang disadap dari gagang perbungaan sebagai sumber sirup gula, gula tak berbentuk, alkohol atau cuka. Cairan nipah yang sedikit difermentasi, dikenal dengan 'toddy' ('nira' di Indonesia dan Malaysia, `tuba` di Filipina) dijual dan dikonsumsi sebagai bir lokal. Di Papua Nugini, tidak ada tradisi memanfaatkan air nipah. Daunnya untuk atap rumah.

Di Filipina, Malaysia, Indonesia dan Thailand, pembuatan sirap merupakan sumber pemasukan lokal yang nyata. Pinak daun dan tulang daun untuk membuat sapu lidi, keranjang, tikar dan topi. Endosperma putih dari biji mudanya manis dan seperti jelly, dikonsumsi sebagai makanan ringan. Daun muda yang masih menggulung digunakan secara lokal untuk pembungkus rokok.

Berbagai bagian dari nipah merupakan sumber obat tradisional (seperti air dari batang muda digunakan sebagai obat herpes, abu dari nipah yang sudah dibakar bisa menyembuhkan sakit gigi dan kepala) dan bahan ekstraksi garam. Beberapa percobaan awal untuk menggunakan endokarp dari buah yang tua, disebut `plant ivory`, untuk membuat kancing gagal karena rentan terhadap serangan jamur, dan telah digantikan
dengan bahan plastik.

Nipah berpotensi dalam produksi gula, cuka dan alkohol. Gula tersedia langsung dalam bentuk sukrosa. Cairan dari nipah dalam bentuk liquid, sehingga tidak ada masalah seperti dalam gula tebu. Nipah tumbuh pada tanah yang tidak cocok bagi tanaman pangan yang lain. Penyadapan dapat dilakukan sepanjang tahun, sehingga mengurangi pergerakan buruh musiman dan masalah-masalah sosial yang berkaitan dengannya.

Kerugian dalam mengeksploitasi nipah adalah kebutuhan akan buruh manual dibandingkan dengan gula tebu dan kesulitan dalam menjalankan mesin diantara pohon-pohon karena tanah yang gembur dan ketinggian air yang berfluktuasi. Agar industri gula nipah sukses, metode perlu dikembangkan untuk menghambat inversi sukrosa yang cepat dan fermentasi dari cairan nipah.

Penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui mekanisme fisiologi yang mengatur aliran cairan nipah dan pengaruh perlakuan pendahuluan terhadap gagang perbungaan. Hal ini mungkin akan bermanfaat dalam usaha pengurangan kebutuhan yang tinggi terhadap buruh manual dalam pemanfaatan nipah.

Nipah berpotensi untuk menjadi tanaman pangan penghasil energi, karena dapat menghasilkan alkohol 11000 l per ha per tahun, lebih besar dari yang dihasilkan oleh gula tebu (5 500 l) dan ketela pohon (1350 l).
Sinonim : Nipa fruticans Thunb. (1782), Cocos nypa Lour. (1790), Nipa litoralis Blanco (1837).
Sumber Prosea : 9: Plants yielding non-seed carbohydrates p.133-137 (author(s): Flach, M. & Rumawas, F.)
Kategori : Tumbuhan pantai

Gula Nipah di Indragiri Hilir Riau






















Gula nipah adalah pemanis alami yang dibuat secara tradisional oleh sebagian masyarakat Inhil. Keberadaannya yang perlu mendapatkan pembinaan dan sokongan modal pemerintah.


Perajin Gula Nipah di Inhil Perlu Perhatian



Riauterkini-TEMBILAHAN-Para perajin gula nipah di Desa Kuala Sungai Batang, Kecamatan Sungai Batang sangat mengharapkan perhatian dan bantuan modal dari Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir.

Memang selama ini tidak banyak warga yang tahu bahwa dari hasil sadapan nira nipah dapat menghasilkan gula nipah, selama ini beberapa ibu rumah tangga di Desa Kuala Sungai Batang telah mengolah gula nipah ini, walaupun dalam skala home industri kecil dan dipasarkan di Kecamatan Sungai Batang saja.

“Kami sangat memerlukan pembinaan dari pemerintah, sehingga produk gula nipah ini dapat dikemas lebih baik dan dikenal masyarakat. Selama ini hanya dijual disini saja,” ungkap Rahimah, warga Desa Kuala Sungai Batang, Rabu (1/2/12).

Padahal, tambahnya kalau mendapatkan perhatian dari Pemkab Inhil, maka selian menjadi sumber peningkatan perekonomian warga, juga akan menjadi makanan dan minuman khas Inhil yang diolah dari buah nipah.

Camat Sungai Batang, Rafi menyatakan bahwa selama ini memang produk gula nipah ini hanya diproduksi warganya dalam skala kecil dan terbatas untuk lokal saja.

“Padahal menurut mereka yang sering minum gula nipah ini memiliki khasiat untuk menambah tenaga dan menghilangkan capek. Rasanya juga enak,” ungkap Rafi.

Untuk diketahui, potensi tanaman nipah (nypa fruticans) di Indragiri Hilir sangat melimpah, dengan luas areal nipah 17.435 Ha.

Selain diolah menjadi gula nipah, dari tanaman ini juga dapat dimanfaatkan untuk membuat garam nipah, manisan buah nipah, es buah nipah, kolak buah nipah, kue wajik, anyaman nipah dan atap daun nipah.***(mar)

Sumber : http://www.riauterkini.com/usaha.php?arr=43412

Manisnya Gula Nipah Desa Tanjung Putri Kalimantan Tengah

Manisnya Gula Nipah Desa Tanjung Putri

Pihak Yayorin memrakarsai usaha pembuatan Gula nipah di Desa Tanjung Putri. Hasilnya, gula nipah yang manis dan gurih pun tercipta. Namun, warga masih terkendala permodalan untuk mengembangkan usaha ini.

Yayasan Orangutan Indonesia (Yayorin) yang berdomisili di Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat terus mengupayakan peningkatan perekonomian masyarakat setempat.

Salah satunya dengan membina warga sekitar dalam upaya budidaya pohon nipah. Hasilnya, sejumlah usaha rumah tangga pun berdiri untuk menghasilkan produk gula merah yang manis dan gurih.

Program ini diklaim sebagai usaha pembuatan gula merah pertama yang ada di Kalteng. “Pohon nipah banyak tumbuh di pinggir sungai DAS Arut dan danau di wilayah Desa Tanjung Putri Kecamatan Aruta Selatan. Maka yang kami bina untuk uji coba adalah sejumlah warga Desa Tanjung Putri,” kata Maman Supirman, Minggu (3/7).

Sebelumnya, Yayorin mendatangkan beberapa orang ahli pembuat gula nipah dari Cilacap untuk memberi pelatihan kepada warga tentang cara memproses penyadapan bahan baku gula dari Nipah kepada warga Desa Tanjung Putri.

Menurut Maman, sumber ekonomi rakyat yang berhasil digali dari pohon nipah dan diharapkan bisa diperhatikan oleh Pemkab Kobar dalam artian adanya pemberian modal usaha ”Maaf, untuk memberikan modal kami belum bisa. Hanya baru bisa memberikan jalan melalui pembinaan. Dan hasilnya cukup lumayan. Gulanya manis dan gurih, rasanya jauh berbeda dengan gula aren,” aku Maman.

Ibu Salbiah, salah satu perajin gula nipah yang dibina Yayorin mengatakan, ia sudah menekuni usaha ini selama dua bulan. Sebelum membuat gula nipah, dirinya sudah 10 tahun menekuni usaha kerajinan anyaman daun nipah.

”Berkat binaan Yayorin selama dua bulan, saya sudah bisa mengolah gula dari pohon nipah. Memang, saya mengharapkan sekali bantuan modal uang untuk mengembangkan usaha gula merah dari pohon nipah,” ungkapnya.

Ibu Amrah (47), janda warga Desa Tanjung Putri juga mengharapkan bantuan serupa. Janda empat anak yang sudah 20 tahun menekuni usaha anyaman purun untuk tikar itu mengaku tak pernah tersentuh bantuan pemerintah.

“Selama 20 tahun tidak pernah ada perhatian untuk diberi modal usaha, misalnya dari Kepala Desa, Camat, atau Bupati. Kami harap ke depan ada bantuan permodalan agar usaha ini dapat kami kembangkan,” ujarnya. maman

Sumber : http://media.hariantabengan.com/index/detailpalangkarayaberitaphoto/id/14018

Gula Merah bisa dibuat dari Nira Nipah

GULA MERAH YANG TERSISIHKAN


Beberapa waktu yang lalu di media massa ramai dibicarakan ihwal impor raw sugar (gula pasir cokelat) yang dijual sebagai gula pasir konsumsi. Padahal raw sugar masih harus diproses lebih lanjut sebelum bisa dikonsumsi sebagai gula pasir putih. Agroindustri gula pasir kita memang merosot jauh dibanding dengan zaman Hindia Belanda dulu.

Mengapa? Karena sebagian besar perkebunan tebu kita berada di pulau Jawa. Lahan-lahan tebu tersebut merupakan sawah berpengairan teknis yang sebenarnya terlalu mahal untuk ditanami tebu. Kebun-kebun tebu lahan kering yang mulai dikembangkan di luar Jawa, misalnya di Lampung dan Kalsel, masih belum bisa menggantikan peran kebun-kebun tebu di pulau Jawa.

Meskipun tanaman tebu berasal dari Indonesia dan sudah mulai dibudidayakan secara monokultur sejak sebelum kedatangan bangsa kulit putih, namun saat ini agroindustri gula pasir lebih dikuasai oleh India, RRC dan Australia. Sebab ternyata tebu yang tanaman tropis itu, justru bisa tumbuh optimal di kawasan yang panjang harinya sampai 17 jam. Faktor pengelolaan budidaya dan pasca panen juga ikut berperan terhadap merosotnya agroindustri gula tebu di pulau Jawa.

Sebenarnya Indonesia masih memiliki banyak komoditas yang bisa menghasilkan bahan gula. Mulai dari kelapa, aren, lontar dan nipah. Bisanya masyarakat menyadap tanaman jenis palma ini untuk mendapatkan air niranya. Selain untuk minuman ringan maupun minuman keras (tuak, saguer, cap tikus dll), nira juga merupakan bahan gula merah. Cairan manis ini setelah direbus secara tradisional sampai kental, dicetak dan dipasarkan sebagai gula merah atau gula jawa. Tanaman aren (enau) sebagai salah satu penghasil nira di pulau Jawa, populasinya sudah sangat menyusut. Penyebabnya adalah penebangan pada usia remaja untuk diambil patinya. Penyadapan kelapa juga terbatas dilakukan oleh masyarakat di Jawa Tengah bagian selatan. Sementara penyadapan lontar dilakukan oleh masyarakat Jawa Timur bagian utara, sampai ke NTT.

Gula merah atau palm sugar, sebenarnya memiliki potensi ekspor yang cukup kuat. Namun yang diminta oleh konsumen luar negeri adalah palm sugar dalam bentuk kristal yang disebut gula semut. Bukan gula merah biasa yang dicetak dalam tempurung atau buluh bambu. Pemerintah melalui Deperindag pernah melakukan pembinaan terhadap para perajin gula merah di Kab. Banyumas (Jateng) dan Ciamis (Jabar), untuk bisa memproduksi gula semut. Tetapi hasilnya masih belum bisa memenuhi permintaan eksportir.

Selain pasar dalam bentuk gula semut, yang juga membutuhkan gula merah adalah pabrik kecap. Namun karena kurangnya pasokan gula aren, kelapa dan lontar, maka industri kecap mengalihkannya ke gula marah dari tebu. Industri gula merah dari tebu ini antara lain bisa dijumpai di Kab. Kendal, Demak, Purwodadi serta beberapa tempat lain di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Tebu rakyat bebas (untuk membedakannya dengan tebu PTPN dan perkebunan swasta), setelah dipanen akan diolah sendiri oleh masyarakat. Penggilingan tebu dilakukan di tengah areal tanaman dengan gilingan sederhana yang digerakkan oleh sapi atau kerbau yang berjalan berputar-putar. Air tebu lalu direbus di tempat itu juga dan dicetak dalam buluh-buluh bambu. Gula merah tebu inilah yang akan memasok pabrik-pabrik kecap di seluruh Indonesia. Kadang-kadang produsen gula merah tebu ini ada pula yang nakal. Mereka mencetak gula merah mereka dalam cetakan tempurung kelapa, membungkusnya dengan daun aren dan memasarkannya di sentra-sentra penghasil gula aren. Pembeli yang tidak jeli akan terkecoh dan menganggap gula merah tebu itu sebagai gula aren.

Padahal, dari aroma, rasa (tingkat kemanisan) serta teksturnya, mereka yang telah berpengalaman bisa dengan sangat mudah membedakan mana yang gula merah dari tebu, mana yang gula aren, kelapa atau lontar. Selama ini nipah belum lazim disadap niranya. Selain karena lokasinya yang sulit (di rawa-rawa), hasil nira nipah relatif rendah jika dibandingkan dengan kelapa, lontas dan aren.

Dari empat jenis palma potensial ini, yang nilai ekonomisnya paling tinggi adalah aren. Namun usia produktif aren semenjak tanam berkisar antara 8 sampai 12 tahun. Artinya, semenjak ditanam berupa bibit semai setinggi 1 m, sampai siap tebang (untuk diambil patinya) atau tumbuh bunga jantan pertama, akan memakan waktu antara 8 sampai dengan 12 tahun.

Bunga aren yang disadap niranya adalah bunga jantan yang akan tumbuh mulai dari ruas paling atas secara terus menerus sampai ke ruas yang paling bawah. Sementara bunga betinanya yang menghasilkan buah kolang-kaling hanya tumbuh pada ruas-ruas paling atas. Usia produktif aren sebagai penghasil nira bisa mencapai 10 tahun lebih. Usia sadap satu malai bunga bisa sampai 6 bulan. Panjang pendeknya usia sadap aren, ditentukan oleh panjang pendeknya tangkai bunga jantan, ketajaman pisau sadap dan kepiawaian penyadap dalam menyisir tangkai bunga.

Tangkai bunga sepanjang 60 cm misalnya, apabila diiris setebal 1,5 mm setiap kali sadap pagi dan sore (per hari 3 mm), akan bisa terus menghasilkan nira selama 600 (mm) : 3 (mm) = 200 (hari) atau selama 6,6 bulan. Tetapi kalau penyadap kurang terampil atau golok sadap kurang tajam hingga irisan mencapai ketebalan 0,5 cm setiap kali sadap, umur produktif tangkai bunga itu akan makin pendek. Bahkan ada kemungkinan tangkai bunga itu akan mati sebelum habis tersadap.

Setiap kali sadap selama 12 jam, tangkai bunga aren mampu menghasilkan nira sebanyak 5 liter. Volume hasil nira ini akan meningkat pada musim penghujan, namun rendemennya rendah. Pada musim kemarau hasil nira akan menurun tetapi rendemennya tinggi. Beda dengan aren, pada tanaman kelapa, lontar dan nipah, yang disadap adalah malai bunganya yang diikat. Hasil sadapan satu malai bunga kelapa maupun lontar paling banyak hanyalah 2 liter. Nipah lebih rendah lagi, yakni hanya sekitar 1 liter tiap malai bunga tiap kali sadap. Proses penydapan dan pengambilan nira aren juga lebih mudah. Sebab bunga jantan tersebut tumbuh langsung pada ruas batang mulai dari yang paling atas trus sampai ke bawah. Hingga pada bunga terakhir menjelang tanaman aren mati, praktis penyadapan bisa dilakukan tanpa harus memanjat.

Pada kelapa dan lontar, makin tua umur tanaman, proses penyadapan akan makin sulit karena ketinggian pohon akan terus bertambah. Lebih-lebih penyadapan kelapa dan aren harus dilakukan dengan naik ke atas pelepah dan tajuk pohon tersebut. Karenanya. potensi aren sebagai penghasil gula merah dan sekaligus kolang-kaling, sebenarnya sangat besar. Potensi ini tidak pernah tertandingi oleh kelapa maupun lontar, lebih-lebih nipah. Sementara potensinya sebagai penghasil tepung, bisa diambil alih oleh ganyong. Kualitas tepung aren kurang lebih setara dengan tepung ganyong.

Untuk mempermudah pemanjatan aren, para penyadap memasang tangga berupa satu bambu betung atau bambu besar lainnya yang sudah diberi takikan untuk injakan kaki (sligi). Bambu itu diikatkan secara permanen pada batang aren yang akan disadap. Pada lontar dan kelapa, pemanjatan dilakukan secara langsung pada batang bersangkutan. Pemanjatan langsung pada batang aren sulit dilakukan karena ukurannya yang besar dan terksturnya yang sangat kasar. Mula-mula bunga yang akan disadap dibersihkan dari seludang.

Pada tanaman aren, bunga yang keluar pertama kali masih berada pada celang-celah pelepah daun yang juga terbalut ijuk. Pelepah daun dan ijuk itu harus terlebih dahulu dibuang, demikian pula dengan seludang bunga. Setelah itu malai bunga diikat, tangkau bunga dipukul-pukul menggunakan palu kayu sambai sekali-kali seluruh malai itu diayun-ayun. Proses ini dilakukan menjelang bunga mekar. Kalau perlakuan ini dilakukan lebih dini, hasil niranya akan sedikit. Sebaliknya apabila bunga terlanjur mekar, niranya sudah berkurang pula. Tepat menjelang bunga mekar, seluruh malai dipotong dan hanya disisakan tangkainya. Bekas potongan dibalut dengan kain atau karung dan diikat. Pada hari berikutnya ujung potongan itu diberi buluh bambu betung (lodong) sebagai tampungan air nira yang akan terus-menerus menetes.

Pada penyadapan kelapa dan lontar, prosesnya agak berlainan. Setelah dilakukan pembersihan seludang, pemukulan tangkai serta pengayunan seluruh malai, pemotongan dilakukan mulai dari ujung malai yang sudah diikat. Selanjutnya pada bekas potongan itu diikatkan lodong sebagai penampung nira. Lodong pada penyadapan aren terdiri dari sekitar 3 buluh bambu. Sedangkan pada kelapa dan lontar cukup satu ruas bambu.

Sekarang penyadap kelapa sudah banyak yang meninggalkan lodong bambu dan beralih ke jerigen plastik. Ke dalam lodong maupun jerigen tersebut, setiap kali penyadap akan memasukkan kapur, potongan empelur kayu nangka, buah manggis muda atau daunnya sebagai "laru". Fungsi laru ini selain untuk mencegah nira menjadi masam, juga untuk membantu proses penggumpalan gula setelah nantinya dilakukan perebusan nira. Penyadapan dilakukan dua kali sehari, pagi dan sore.

Caranya, lodong yang telah berisi nira diangkat, malai kelapa dan lontar atau tangkai malai pada aren diiris tipis setebal 1,5 sampai 2 mm dan lodong kosong yang telah diberi laru dipasang. Demikian seterusnya pagi dan sore sampai malai bunga kelapa dan lontar atau tangkai malai aren habis terpotong pisau sadap.

Kalau satu tangkai malai aren bisa disadap terus-menerus sampai 6 bulan, maka pada kelapa dan lontar, malai bunga akan habis dalam waktu sekitar 2 bulan. Selanjutnya penyadap akan menunggu keluarnya bunga berikutnya. Pada tanaman aren, kadang-kadang dalam satu batang keluar bunga jantan secara bersamaan. Hingga dalam satu batang itu dilakukan penyadapan dua malai bunga sekaligus.

Proses perebusan nira sampai bisa digumpalkan menjadi gula merah memakan waktu cukup lama. Nira yang diturunkan pagi hari dan langsung direbus, baru akan bisa dicetak pada sore hari sekitar pukul 4 sampai 5 sore. Karenanya, nira yang diturunkan sore hari, biasanya hanya direbus sampai mendidih beberapa saat, untuk mencegah agar tidak menjadi masam (menjadi cuka).

Nira hasil sadapan sore tersebut akan dijadikan satu dengan hasil sadapan pagi hari dan direbus seharian untuk dicetak pada sore harinya. Gula merah yang dipasarkan di kota-kota besar di Jawa, pada umumnya merupakan gula tebu. Bukan gula aren, kelapa atau lontar. Kecuali gula merah yang dipasarkan di kawasan pedalaman yang tidak ada tanaman tebunya, namun populasi aren, kelapa dan lontarnya masih banyak. Misalnya di kawasan Banten selatan (aren), Banyumas, Ciamis (kelapa), Tuban dan Gresik (lontar).

Namun kita haruis berhati-hati kalau membeli minuman nira. Di Jakarta dan Bogor kita sering menjumpai penjaja nira aren yang memikul lodong. Di sepanjang jalur jalan raya Tuban - Gresik, banyak sekali dijajakan nira lontar dalam jerigen. Nira-nira tersebut umumnya sudah dicampur dengan air gula bahkan banyak pula yang diberi sakarin untuk menambah kemanisannya. Kalau kita ingin menikmati mani dan harumnya nira aren, kelapa atau lontar asli, harus membeli langsung ke penyadapnya yang baru saja menurunkan lodong dari pohonnya. (F.R.) * * *

Sumber : http://foragri.blogsome.com/gula-merah-yang-tersisihkan

Pembuatan Gula Semut dari Nipah


Pembuatan Gula Semut dari Nipah

Bahan : Nira niph segar, kapur sirih 0.2 %, minyak goreng 2 g setiap 25 liter nira.

Peralatan : Kain saring, wajan, tungku, ember, serok, kertas lakmus, ayakan, pengaduk kayu berbentuk garfu.

Pengolahan :
1. Nira nipah segar disaring dengan menggunakan kain saring.
2. Nira yang telah bersih dipanaskan hingga mendidih dengan suhu antara 110-120 derajat celcius sambil diaduk.
3. Buih yang timbul diserok.

4. Untuk mencegah buih meluap tambahkan minyak kelapa 2 g setiap liter nira.
5. Setelah nira mengental, api dikecilkan sambil terus diaduk agar nira tidak gosong.
6. Pengadukan terus dilakukan sampai tingkat kepekatan yang tepat. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan cara meneteskan nira ke dalam air dingin. Jika tetesan tidak larut berarti kepekatan sudah cukup.

7. Wajan diangkat dan sisinginkan sekitar 15 menit tanpa diaduk.
8. Lakukan pengadukan memutar memakai alat pengaduk kayu berbentuk garfu. setelah adonan membentuk kristal pengadukan dipercepat agar kristal yang dihasilkan halus.
9. Setalh itu diayak untuk mendapatkan ukuran yang homogen.
10. Gula semut siap dikemas.

Sumber : http://herbalinstan.blogspot.com/2009/07/pembuatan-gula-semut-dari-nipah.html

Penelitian Potensi Nira Nipah untuk Gula di Pulau Bawean

Penelitian UNIBRAW Malang : Pohon Nipah Diolah Gula

Media Bawean, 14 Agustus 2011


Selama ini orang Bawean menanggap pohon nipah atau dikenal pohon daun yang tumbuh dipinggir pantai kurang berharga atau tidak laku dipasaran. Ternyata setelah dilakukan penelitian oleh mahasiswa UNIBRAW Malang Fakultas Tekhnologi Industri Pertanian, menunjukkan hasil pohon nipah Bawean bisa diolah menjadi gula.

Media Bawean ketika melihat langsung proses pengolahan pohon nipah diambil sarinya menjadi guru di pantai Tajung, Sungairujing, Sangkapura (minggu, 14/8/2011), terlihat sari atau nira pohon nipah menetes didalam bungkusan plastik.

Menurut Rian Yoga Baskara (Mahasiswa Fakultas Tekhnologi Industri Pertanian, UNIBRAW Malang semester 9) mengatakan potensi pohon nipah di Pulau Bawean sangat banyak, hampir disekeliling pantainya tumbuh dengan subur tetapi tidak dimanfaatkan, terkesan mubazir dan kurang terurus.

Melalui penelitian yang dilakukan bekerjasam dengan LITBANG Propinsi Jawa Timur, nantinya hasil sari atau nira akan diteliti untuk kadar gulanya dibandingkan dengan yang lainnya.

"Alhamdulillah, hasilnya tadi sudah memuaskan setiap pohon nipah mengandung sari atau nira yang menetes setelah dilakukan pemijatan selama dua minggu,"katanya.

"Di daerah lain, seperti di Kalimantan dan Riau, usaha gula dari pohon nipah sudah berbentuk perkebunan besar, semestinya warga Bawean bisa memanfaatkannya sehubungan banyak yang tumbuh diseliling pantai,"paparnya.

Harapannya, menurut Rian Yoga Baskara agar warga Pulau Bawean mendukung diadakannya penelitian yang dilakukan, sehubungan kesan sampai saat ini dianggap kurang pekerjaan atau sekedar mainan saja. "Sudah saatnya warga menjaga pohon nipah, jangan menebang sembarangan sebab termasuk salah satu tumbuhan yang mencegah adanya abrasi, termasuk meningkatkan ekonomi bila dimanafaatkan sebagai gula,"terangnya.

Peneliti lainnya, Moch. Imam Syatibi menjelaskan bahwa gula dari pohon nipah bisa diolah jadi gula cetak, sirup dan kental. "Setelah melakukan survei keberbagai tempat disekeliling pantai Pulau Bawean ternyata banyak tumbuh pohon nipah tanpa ada perawatan dari warga,"ujarnya.

"Target untuk penelitian pertama yaitu 80 buah pohon nipah dengan menghasilkan 60 liter sari atau nira. Sementara untuk simple dilakukan di dua daerah, yaitu desa Sungairujing dan Daun,"tuturnya. (bst)

Sumber : http://www.bawean.net/2011/08/mahasiswa-unibraw-penelitian-pohon.html